Rabu, 26 Juni 2019

Ribuan Peserta Aksi Kawal MK Sudah Berkumpul Di Kawasan Patung Kuda


GELORA.CO - Ribuan perserta aksi Kawal Mahkamah Konstitusi (MK) telah memenuhi kawasan Patung Kuda, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis pagi (27/6).

Siang ini, MK dijadwalkan akan membacakan putusan sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019.

Pantauan Kantor Berita RMOL, ribuan peserta aksi kawal MK dari berbagai daerah telah berkumpul di sepanjang Jalan Medan Merdeka Barat mengarah ke gedung MK.

Elemen masyarakat dari berbagai daerah itu kini masih menunggu komando untuk memulai orasi-orasi.

Terlihat massa menunggu sambil duduk-duduk di atas tiker yang digelar di atas jalanan. Selain itu, terlihat pula masyarakat yang berbelanja berbagai atribut aksi kepada para pedagang yang berjualan di bahu jalan.

Tidak hanya itu, sambil menunggu komando, para massa juga ada yang duduk berkumpul sambil tahlilan serta berzikir.

Massa pun terlihat membawa berbagai spanduk yang bertuliskan tuntutan menjelang keputusan MK. Terlihat pula massa aksi yang mayoritas menggunakan pakaian muslim menggunakan ikat kepala yang bertuliskan kalimat tauhid maupun tulisan 'Gerakan Nasional Keadilan'.

Hingga saat ini, arus lalulintas di kedua arah di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat telah ditutup sehingga kendaraan yang mengarah ke Harmoni maupun MH Thamrin melalui Jalan Medan Merdeka Barat tidak bisa melintas dan dialihkan ke jalan lain. [rmol]

Libra Bitcoin


OLEH: DAHLAN ISKAN

BITCOIN memang belum bisa meruntuhkan mata uang. Bahkan sempat melemah. Tapi beberapa hari terakhir ini on fire lagi. Gara-gara Facebook bikin kejutan: meluncurkan 'mata uang' baru dunia. Namanya Libra.

Bank-bank sentral di dunia pun angkat bicara. Mereka akan mewaspadai langkah baru Facebook itu. Yang akan membuat bank tidak ada gunanya lagi. Bank sebenarnya adalah hanya perantara. Antara pemilik uang dan pengguna uang. Di zaman modern ini untuk apa lagi ada perantara? 

Sebagian besar manusia ini tidak punya cukup uang. Sebagian agak besar lagi punya uang secukupnya. Hanya sebagian amat kecil yang punya uang berlebihan.

Yang tidak punya itulah yang berusaha punya uang. Dengan cara meminjam uang ke bank. Bunga tinggi. Sebagian bunga untuk pemilik uang. Sebagian lagi untuk perantaranya. 

Yang bagian perantara itu dibagi dua pula: untuk keuntungan perantara dan untuk biaya perantara. Misalnya membangun gedung bank semegah-megahnya. Kian. Megah gedungnya kian Anda percaya. Anda tidak sadar bahwa kemewahan itu Anda lah yang membiayainya. Juga untuk membeli peralatan canggih. Dan tentu untuk gaji para pimpinan dan karyawan bank. 

Bank-bank sentral dunia juga akan menyelidiki kehadiran Libra: apakah dunia tidak bahaya. Kalau sampai mata uang seperti dolar dan euro runtuh.

Adakah Facebook kurang kaya? Sampai terjun ke bisnis baru yang lebih raksasa lagi?

"Ini bukan bisnis. Ini misi idealisme Facebook," ujar petingginya. Seperti tersiar di media Amerika yang saya ikuti dari dekat sekarang ini. 

Tujuan Facebook: agar mata uang dunia itu adil bagi semua orang. Juga agar tersedia jenis 'bank' baru. Yang lebih murah dan efisien.

Di dunia ini orang menggunakan dolar belum sampai satu miliar. Demikian juga yang menggunakan rupee dan yuan. Tapi pengguna Facebook sudah melebihi dua miliar.

Kekuatan penetrasi Facebook itulah yang akan dipakai. Untuk mempercepat pemasyarakatan 'mata uang' baru Libra. Apalagi lebih satu miliar manusia di bumi ini belum bisa mendapat layanan bank.

Maka Facebook nanti akan menjadi 'bank sentral' sekaligus 'bank sentralnya dunia'. Juga akan menjadi penerbit 'mata uang' Libra.

Libra nanti, kata Facebook, sangat independen dan demokratis. Tidak ada satu pemerintahan pun yang bisa intervensi.

Libra tidak akan seperti bank-bank sentral yang ada. Yang bisa dipengaruhi politik. Terutama politik kepentingan negara masing-masing.

Untuk itu Facebook menggandeng 28 lembaga. Yang selama ini sudah bergerak di transaksi non-cash. Misalnya PayPal, Visa, Mastercard, Uber dan Women World Bank. Sayangnya di daftar itu tidak terlihat WeChat. Yang transaksi non-cash-nya sudah mewabah di Tiongkok.

Facebook sendiri akan punya 'dompet' baru: Calibra. Mungkin akan bertindak sebagai stabilisasi. Kalau nilai tukar Libra antar negara mengalami masalah.

Saya masih berharap ini: sempat melihat perubahan besar itu. Yang tentu tidak akan terjadi dalam lima tahun. Tapi Facebook sudah bertekad untuk mempercepat keadilan keuangan ini.

Menurut Facebook, selama ini biaya untuk transaksi itu sangat mahal. Yang untung hanya dunia perbankan. Atau lembaga keuangan.

Kini asosiasi Libra itu sedang mematangkannya: bagaimana masyarakat seluruh dunia bisa bertransaksi dengan murah. Beli barang atau jual barang tidak perlu lagi pakai uang. Cukup pakai angka. Algoritma akan menyelesaikannya.

Bank-bank sentral di dunia juga mengkhawatirkan ini: apakah Libra akan aman dari praktik pencucian uang. Dan apakah tidak akan dipakai aliran dana untuk terorisme.

Tentu Facebook sudah memikirkan pemecahannya. Yang jelas Facebook tidak akan mundur: transaksi menggunakan Libra nanti akan semudah kirim WA. Tidak akan seperti bitcoin. Yang sempat seperti roller coaster.

Saya pun sempat miris. Lalu exit dari bitcoin. Tahun lalu. Mumpung belum rugi. Gak tahunya dua hari lalu booming. Mencapai 11.000.

Waktu bitcoin mulai menggigit dunia tidak terlalu banyak yang khawatir. Banyak pemerintah yang melarang penggunaan bitcoin.

Tapi kali ini Facebook yang terjun.

Usia bank sudah lebih 1000 tahun. Sejak ada bank pertama di Italia tahun 600 masehi. Atau sekitar itu.

Facebook menganggap usia 1000 tahun sudah sangat tua. Untuk diikuti manusia muda sekarang ini. [rmol]

Menag Lukman Ngaku Uang Rp 180 Juta Plus 30 Ribu Dolar Didapat Dari Pejabat Kedutaan Arab Saudi


GELORA.CO - Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin mengakui uang sebesar Rp 180 juta dan 30 ribu dollar AS di laci meja kerjaanya beberapa waktu lalu didapatkan dari dua orang pejabat Kedutaan Besar Saudi Arabia dari keluarga Amirrul Sulton saat acara MTQ Intenasional yang digelar di Indonesia.

Adapun, kedua pejabat Kedubes Arab Saudi itu adalah Kepala Atase Agama Kedutaan Besar Arab Saudi untuk Indonesia, Syeikh Ibrahim bin Sulaiman Alnughaimshi dan Kepala Atase Bidang Keagamaan, Syaikh Saad Bin Husein An Namasi.

"Dari pemberian, dari seseorang panitia terkait dengan kegiatan Musabaqoh Tilawatil Quran (MTQ) internasional, dimana Indonesia menjadi tuan rumahnya. Lalu dia (syeikh) menyerahkan uang itu di ruang kerja saya," ujar Menag Lukman saat ditanya Jaksa KPK Abdul Basir di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (26/6).

Lukman mengaku, awalnya dia sempat menolak pemberian uang dari syeikh Arab pada pertengahan 2018 silam. Namun, akhirnya terpaksa diterimanya karena Syeikh yang meminta agar digunakan untuk kegiatan bakti sosial. 

"Awalnya saya tidak terima, tapi dia mengatakan ini bentuk hadiah yang karena saya tidak boleh menerima itu, maka yasudah kata dia berikan saja ke Khoiriyah, kegiatan kebaikan, untuk kegiatan bakti sosial," kata Lukman. 

Mendengar pengakuan Menag, Jaksa KPK pun mewanti-wanti bahwa kesaksian Lukman ini akan berimbas pada hubungan Indonesia dan Arab Saudi jika kesaksiannya tak terbukti.

"Keterangan Saudara ini bisa mempengaruhi hubungan bilateral kedua negara," kata Jaksa Basir.

Untuk diketahui, uang Rp 180 juta dan 30 ribu dollar AS merupakan uang yang disita saat penyidik KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan OTT) politisi PPP, Romahurmuziy alias Romi terkait suap jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag). 

Awalnya, Menag Lukman mengaku uang tersebut didapatkan dari tiga sumber, yaitu operasional menteri, honorarium, dan perjalanan dinas Kemenag. Namun hal itu justru berbeda keterangan saat di persidangan.

"Uang-uang di laci meja saya itu adalah akumulasi dari 3 sumber penerimaan yang resmi yang saya dapatkan. Pertama, dana operasional menteri. Kedua adalah sisa dari honorarium yang saya dapatkan. Ketiga adalah sisa dari perjalanan dinas saya. Jadi 3 sumber itulah saya simpan di laci meja kerja saya," ucap Lukman. [rmol]

Antasari: Saya Mau Usut BLBI, Malah Saya Diusut Duluan


GELORA.CO - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar, menceritakan mengenai perkara kasus Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau BLBI untuk Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) pada saat dirinya menjabat posisi orang nomor satu di lembaga antirasuah.

Ia menyebutkan, sebenarnya pemerintah Presiden Republik Indonesia ke-2, Soeharto telah mengucurkan anggaran dana ratusan triliun Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). 

"BLBI dikucurkan oleh Pak Soeharto di era Orde Baru itu sebesar Rp600 triliun," kata Antasari Azhar di kawasan Menteng, Jalan Hos Cokrominto, Jakarta Pusat, Rabu, 26 Juni 2019. 

Dari jumlah itu, yang telah diusut oleh penegak hukum kasus BLBI dari hanya Rp154 triliun, itu pun dari pihak swasta termasuk tersangka Sjamsul Nursalim. Perkara itu sebagian sudah diusut oleh pihak Kejaksaan Agung. 

"Sudah diproses oleh kejaksaan beberapa kasus. Mungkin nanti Anda-anda bisa konfirmasi ke kejaksaan," katanya. 

Ketika dia jadi pimpinan KPK, Antasasi pun ingin mengusut dana Rp446 triliun dari total dana Rp600 triliun tersebut, yang konon dana itu diserahkan kepada bank plat merah. 

"Hanya pembagian yang saya tahu itu yang bank swasta itu jumlahnya Rp154 triliun dari Rp600 triliun. Nah sisanya Rp446 triliun itu bank plat merah semua. Mana kasusnya, kan enggak ada. Itu yang kami kumpulkan mulai mengusut untuk itu. Tapi yang duluan diusut kan saya," katanya. 

Kemudian, Antasari membentuk 4 tim di KPK waktu itu. Satu untuk mencari mendata berapa uang negara yang sudah ditarik oleh kejaksaan, berapa barang rampasan sudah dilelang dan dimana saja. 

Kedua, pada saat itu banyak kasus dihentikan penyelidikan oleh kejaksaan karena mengembalikan kerugian, berapa kerugian yang dikembalikan dan dalam perkara apa saja. 

"Terus selanjutnya, waktu itu ada komitmen dengan Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan, bagi mereka yang lari ke kuar negeri tetap ditagih melalui Menteri Keuangan. Nah itu semua belum masuk reportnya dari kejaksaan pada waktu itu," katanya. [vv]

MA Tolak Gugatan BPN Prabowo Lawan Bawaslu


GELORA.CO - Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno atas keputusan Bawaslu ihwal adanya pelanggaran administratif di Pilpres 2019. Apa alasannya?

"Iya betul, putusan menyatakan permohonan 'tidak diterima' (niet onvankelijke verklaard)," ujar Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah, seperti dilansir Antara, Kamis (27/6/2019).

Putusan Mahkamah bernomor MA RI Nomor 1/P/PAP/2019 itu menyatakan 'permohonan tidak dapat diterima'. Menurut Abdullah, permohonan yang diajukan BPN Prabowo-Sandi belum memenuhi syarat.

"Hal itu menunjukkan bahwa terdapat syarat formal yang belum dilengkapi pemohon, atau permohonan diajukan pemohon namun sudah melewati tenggat waktu," jelas dia.

Sebelumnya, BPN mengajukan permohonan sengketa proses Pilpres 2019 ke MA, setelah permohonannya ditolak Bawaslu. Dalam perkara yang diajukan ke MA, BPN menjadikan Bawaslu sebagai pihak tergugat, terkait dengan putusan bernomor 01/LP/PP/ADM.TSM/RI/00.00/V/2019 pada 15 Mei 2019. 

Dalam permohonannya, BPN mendalilkan adanya kecurangan dalam Pilpres 2019 yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Dalam putusan tersebut, MA juga menjatuhkan hukuman terhadap pemohon untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp 1 juta.[dtk]

Teroris Dan Moeldoko


LAGI-LAGI Moeldoko bernyanyi dengan suara sumbang "30 teroris sudah masuk Jakarta." Tapi tak usah khawatir, katanya "sudah dikenal" dan "diikutin".

Nah justru ini yang aneh "30 teroris" yang diikutin dan sudah dikenal. Sepanjang dia adalah "teroris" ya tak boleh dibiarkan. Masa dibiarkan kejadian dahulu baru ditindak. Ini namanya "crime by omission" pembiaran terjadinya kejahatan. Itu adalah perbuatan kriminal. 

Moeldoko spesialis buat kejutan. Dulu ia menyebut TKN Jokowi melakukan "perang total" kemudian terungkap doktrin "curang bagian dari demokrasi" dan kini soal "teroris masuk Jakarta". Ada-ada saja.

Ungkapan yang dikemukakan Moeldoko terakhir soal teroris bisa jadi hoax dan bagian dari teror. Harus dibuktikan keberadaan "teroris" itu lewat proses hukum. Jika tidak, maka "teroris" ini hanya merupakan bagian dari sebuah permainian politik.

Sebelum peristiwa 21-22 Mei yang lalu isu "teroris" juga diumumkan oleh pihak kepolisian. Yang terjadi justru "kerusuhan" yang tak jelas juntrungannya. Siapa yang buat, siapa yang nembak, siapa pula yang ditargetkan. Hubungan gelap. 

Jika nyatanya teroris itu tidak ada, maka Moeldoko telah berperan sebagai penyebar hoax yang patut dipidana. Atau jika ternyata si teroris itu di lapangan hanya ada 25, maka 5 teroris kemana lagi? Aparat keamanan bertanggung jawab atas kaburnya 5 orang teroris karena 30 teroris tersebut "sudah kenal" dan "diikutin".

Moeldoko sebenarnya tidak memiliki kompetensi melansir keberadaan "30 teroris". Moeldoko "hanya" sebagai Wakil Ketua Tim Kampanye dan Kepala Staf Kepresidenan. Bukan pejabat kepolisian atau aparat keamanan lain. Ungkapan yang disampaikan pejabat inkompeten belum boleh dipercaya. Bisa hanya hoax dan teror bagi publik. Bahkan Moeldoko nantinya dapat saja disebut teroris. Terorisme negara. 

Jika memang telah diketahui "30 teroris masuk Jakarta", aparat kepolisian mesti segera menangkap, menginterogasi, memproses secara hukum, membuka kepada publik proses hukum peradilannya, lalu pengadilan menghukumnya. Besaran  hukuman harus diketahui sebagai efek jera dan pencegahan perbuatan serupa.

UU No 5 tahun 2018 yang merevisi UU No 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menegaskan mereka yang terlibat dalam jaringan terorisme dapat dihukum tanpa harus adanya aksi. Nah oleh karena itu "30 teroris" yang disebutkan Moeldoko sudah bisa ditindak. Jika memang mereka itu benar-benar ada. 

Aksi di MK bukan semata damai, tapi harapan agar Hakim MK berlaku adil dan jujur serta independen. Tuntutan yang benar dan aksi yang legal. Justru adanya info telah datang ber bus-bus lokal "kelompok berprofil preman" itu yang semestinya dicurigai. Keberadaannya telah terbuka di medsos. Tentu ini bukan teroris (teroris sebodoh ini). Aparat mestinya sangat tahu berkaca pada peristiwa 21-22 Mei yang lalu model kelompok seperti inilah yang potensial menjadi "perusuh".

Atau inikah yang dimaksud dengan "30 teroris telah masuk Jakarta oleh Moeldoko yang dikenal dan diikuti itu? Baiknya Pak Moeldoko klarifikasi agar tidak diduga oleh masyarakat bahwa "diikutin" itu maksudnya "dipandu". Karena jika begitu sang dalang adalah pemandu. Karena yang "kenal" dan "ikutin" itu Pak Moeldoko, maka teroris atau dalangnya tentu yang "kenal" dengan Pak Moeldoko.

Ia atau mereka adalah bisa saja "penyusup" ke lingkupan TKN atau Staf Kepresidenan. Ayo selidiki bersama sejak dini agar politik tidak diisi dengan fitnah-fitnah. Atau mau membenarkan bahwa tipu-tipu dan curang adalah bagian dari demokrasi. Negara diabolis kah kita?

M Rizal Fadillah
Pemerhati Politik

Anggota Tim Hukum Dapat Kopiah Dari Maruf Amin, Akan Dipakai Dalam Sidang Terakhir Di MK


GELORA.CO - Calon wakil presiden KH. Maaruf Amin membuat kejutan. Seluruh tim hukum yang menjadi pengacara di Mahkamah Konstitusi (MK) mendapatkan kopiah saat berkunjung ke kediaman Maruf Amin di Jalan Situbondo, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu malam (26/6).

Layaknya seorang ayah, KH Maruf Amin mengenakan kopiah tersebut satu persatu kepada masing-masing anggota Tim Hukum.

Salah seorang anggota Tim Hukum Pasangan Jokowi-Amin di MK, Hermawi Taslim, mengatakan dia dan teman-temannya terpana dengan apa yang dilakukan KH Maaruf Amin kepada mereka.

Perbuatan Maruf Amin itu, sebutnya, sangat kebapakan bagi mereka semua.

“Suasana tadi di rumah beliau, sangat kekeluargaan. Kami diterima layaknya seorang anak yang kembali ke orangtuanya. Senyum simpul orangtua menyambut kedatangan kami semua. Kami semua dibuat terkejut karena mendapat kopiah dan sekaligus beliau memasangkan kopiah tersebut ke kepala kami masing-masing,” cerita Hermawi Taslim, yang juga Wadir Hukum dan Advokasi Tim Kampanye Nasional Jokowi-Amin. 

Sementara Maruf Amin mengatakan, pemberian kopiah itu sebagai tanda penghargaan darinya atas jerih payah dan semangat juang tim pengacara pasangan 01 di MK.

Tim Hukum dinilai oleh Maruf Amin, menunjukkan kekompakan dan soliditas di hadapan bangsa Indonesia, yang mengikuti sidang-sidang MK untuk memutuskan sengketa pilpres pada 17 April 2019 lalu. 

“Saya kira masyarakat luas yang ikut menyaksikan siaran langsung persidangan sudah dapat memperkirakan pihak mana yg memenangkan perkara itu,  terutama jika dilihat dari dali-dalil dan para saksi yg ditampilkan selama persidangan. Sidang MK ini merupakan gong dari seluruh proses pilpres yang kita lalui” ujar Maruf Amin, sebagaimana dikutip Hermawi Taslim.

Mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu menyatakan rasa bangganya dengan apa yang telah ditunjukkan oleh Tim Hukum TKN yang selama hampir setahun telah mengawal seluruh aspek hukum terkait dengan pilpres ini. 

“KH Maruf Amin juga memberi pengarahan dan berharap jika Pak Jokowi dan dirinya memenangkan kontestasi ini, ia berharap agar tim hukum ini kelak bisa mendampingi mereka dlm menjalankan pemerintahan,” kata Hermawi Taslim lagi.

“Kopiah ini akan kami pakai selama sidang. Itu pesan Kyai. Dan, secara jujur dan tulus kami katakan, kami bangga mengenakan kopiah ini. Tanpa disuruhpun, kopiah itu akan kami kenakan dan bahkan pada waktu-waktu mendatang mengingat kopiah ini memiliki nilai sejarah,” ujar Hermawi Taslim yang juga Wasekjen Partai Nasdem ini. [rmol]

Andi Arief Wanti-wanti Ridwan Kamil Soal Jejaring Peternak China Di Kawasan Gunung Padang

GELORA.CO - Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil diingatkan soal keberadaan usaha peternakan ayam petelur oleh jejaring peternak China di kawa...