Tampilkan postingan dengan label PILPRES. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PILPRES. Tampilkan semua postingan

Rabu, 26 Juni 2019

MA Tolak Gugatan BPN Prabowo Lawan Bawaslu


GELORA.CO - Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno atas keputusan Bawaslu ihwal adanya pelanggaran administratif di Pilpres 2019. Apa alasannya?

"Iya betul, putusan menyatakan permohonan 'tidak diterima' (niet onvankelijke verklaard)," ujar Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah, seperti dilansir Antara, Kamis (27/6/2019).

Putusan Mahkamah bernomor MA RI Nomor 1/P/PAP/2019 itu menyatakan 'permohonan tidak dapat diterima'. Menurut Abdullah, permohonan yang diajukan BPN Prabowo-Sandi belum memenuhi syarat.

"Hal itu menunjukkan bahwa terdapat syarat formal yang belum dilengkapi pemohon, atau permohonan diajukan pemohon namun sudah melewati tenggat waktu," jelas dia.

Sebelumnya, BPN mengajukan permohonan sengketa proses Pilpres 2019 ke MA, setelah permohonannya ditolak Bawaslu. Dalam perkara yang diajukan ke MA, BPN menjadikan Bawaslu sebagai pihak tergugat, terkait dengan putusan bernomor 01/LP/PP/ADM.TSM/RI/00.00/V/2019 pada 15 Mei 2019. 

Dalam permohonannya, BPN mendalilkan adanya kecurangan dalam Pilpres 2019 yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Dalam putusan tersebut, MA juga menjatuhkan hukuman terhadap pemohon untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp 1 juta.[dtk]

Anggota Tim Hukum Dapat Kopiah Dari Maruf Amin, Akan Dipakai Dalam Sidang Terakhir Di MK


GELORA.CO - Calon wakil presiden KH. Maaruf Amin membuat kejutan. Seluruh tim hukum yang menjadi pengacara di Mahkamah Konstitusi (MK) mendapatkan kopiah saat berkunjung ke kediaman Maruf Amin di Jalan Situbondo, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu malam (26/6).

Layaknya seorang ayah, KH Maruf Amin mengenakan kopiah tersebut satu persatu kepada masing-masing anggota Tim Hukum.

Salah seorang anggota Tim Hukum Pasangan Jokowi-Amin di MK, Hermawi Taslim, mengatakan dia dan teman-temannya terpana dengan apa yang dilakukan KH Maaruf Amin kepada mereka.

Perbuatan Maruf Amin itu, sebutnya, sangat kebapakan bagi mereka semua.

“Suasana tadi di rumah beliau, sangat kekeluargaan. Kami diterima layaknya seorang anak yang kembali ke orangtuanya. Senyum simpul orangtua menyambut kedatangan kami semua. Kami semua dibuat terkejut karena mendapat kopiah dan sekaligus beliau memasangkan kopiah tersebut ke kepala kami masing-masing,” cerita Hermawi Taslim, yang juga Wadir Hukum dan Advokasi Tim Kampanye Nasional Jokowi-Amin. 

Sementara Maruf Amin mengatakan, pemberian kopiah itu sebagai tanda penghargaan darinya atas jerih payah dan semangat juang tim pengacara pasangan 01 di MK.

Tim Hukum dinilai oleh Maruf Amin, menunjukkan kekompakan dan soliditas di hadapan bangsa Indonesia, yang mengikuti sidang-sidang MK untuk memutuskan sengketa pilpres pada 17 April 2019 lalu. 

“Saya kira masyarakat luas yang ikut menyaksikan siaran langsung persidangan sudah dapat memperkirakan pihak mana yg memenangkan perkara itu,  terutama jika dilihat dari dali-dalil dan para saksi yg ditampilkan selama persidangan. Sidang MK ini merupakan gong dari seluruh proses pilpres yang kita lalui” ujar Maruf Amin, sebagaimana dikutip Hermawi Taslim.

Mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu menyatakan rasa bangganya dengan apa yang telah ditunjukkan oleh Tim Hukum TKN yang selama hampir setahun telah mengawal seluruh aspek hukum terkait dengan pilpres ini. 

“KH Maruf Amin juga memberi pengarahan dan berharap jika Pak Jokowi dan dirinya memenangkan kontestasi ini, ia berharap agar tim hukum ini kelak bisa mendampingi mereka dlm menjalankan pemerintahan,” kata Hermawi Taslim lagi.

“Kopiah ini akan kami pakai selama sidang. Itu pesan Kyai. Dan, secara jujur dan tulus kami katakan, kami bangga mengenakan kopiah ini. Tanpa disuruhpun, kopiah itu akan kami kenakan dan bahkan pada waktu-waktu mendatang mengingat kopiah ini memiliki nilai sejarah,” ujar Hermawi Taslim yang juga Wasekjen Partai Nasdem ini. [rmol]

Pulang dari Jerman, Prabowo Bertemu Sandiaga di Kertanegara


GELORA.CO - Capres Prabowo Subianto baru saja kembali ke Tanah Air setelah berkunjung ke Jerman. Begitu tiba di Indonesia, Prabowo langsung menggelar pertemuan dengan sang cawapres, Sandiaga Uno, di kediamannya di Kertanegara, Jakarta Selatan. 

"Saya baru saja bertukar pikiran berdiskusi dengan Pak Prabowo," kata Sandiaga saat meninggalkan kediaman Prabowo di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (26/6/2019).

Sandiaga mengatakan dia bertemu dengan Prabowo untuk berdiskusi. Diskusi, kata Sandiaga, dilakukan terutama untuk membahas proses sidang gugatan Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK). 

"Kita tentunya mengucapkan terima kasih kepada seluruh tim hukum dan juga para masyarakat yang memastikan bahwa situasi persidangan MK dalam keadaan yang kondusif, aman, tenteram, dan damai," ujarnya. 

Sandiaga juga berharap putusan MK yang akan dibacakan besok berpihak kepada kebenaran. Dia juga meminta masyarakat menjaga situasi yang aman.

"Harapan kita tentunya kita semua sama-sama berdoa agar keputusan para hakim MK berpihak kepada kebenaran dan keadilan. Kita juga mengimbau pada semua pihak untuk terus menjaga situasi aman, tenteram, dan kondusif," ucapnya.

Sandiaga sendiri terlihat keluar dari kediaman Prabowo sekitar pukul 18.00 WIB. Begitu keluar, Sandiaga tampak disambut sejumlah orang berpeci yang menunggu di depan kediaman Prabowo. Sandiaga sempat bercengkerama beberapa menit sebelum beranjak pergi.

Seperti diketahui, Prabowo bertolak ke Jerman pada Kamis (21/6). Kunjungan Ketum Partai Gerindra itu dalam rangka kepentingan medis hingga bisnis. [dt]

Jelang Pembacaan Putusan MK, Pengamat: Banyak Misteri yang Belum Terungkap


GELORA.CO - Sidang putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang semula dijadwalkan Jumat (28/6/2019), akan dibacakan lebih awal pada Kamis, 27/6/2019), besok. 

Alasannya, hakim konstitusi sudah siap dengan putusan permohonan gugatan yang diajukan kubu 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Juru bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono mengatakan, saat ini rapat permusyawaratan hakim (RPH) membahas perkara telah selesai.

"RPH pembahasan perkara sudah selesai, MK memastikan siap menggelar sidang pengucapan putusan besok," ujar Fajar saat dikonfirmasi, Rabu (26/6/2019).

Terpisah, mantan ketua MK, Mahfud MD memprediksi bunyi putusan akhir para hakim MK.

"Menurut saya, besok putusan MK itu akan berbunyi begini, "Memutuskan, satu, menerima permohonan pemohon, dua menolak eksepsi terhadap termohon dan pihak terkait, yang ketiga, mengabulkan atau menolak permohonan para pemohon," ucap Mahfud.

"Jadi menerima itu belum tentu mengabulkan, menerima itu artinya memeriksa dan itu sudah dilakukan kan," sambungnya.

Menanggapi hal ini, pengamat politik Universitas Islam Syekh Yusuf, Adib Miftahul mengatakan, keadilan hukum sepenuhnya ada di tangan hakim.

"Secara konstitusi keadilan suatu perkara ada ditangan hakim, dan itu harus ditaati oleh semua pihak. Tentu ini menjadi beban moral tersendiri bagi para hakim untuk bisa mengambil putusan seadil-adilnya," ucap Adib.

Adib mengatakan proses sidang yang disiarkan live di televisi nasional, menjadi perhatian seluruh pihak, termasuk masyarakat yang terkait langsung pada proses dugaan kecurangan yang terjadi.

"Terlepas dari mampu atau tidaknya pihak pemohon membuktikan dalilnya, kita tidak bisa menampikkan bahwa banyak fenomena yang tidak sesuai yang dianggap sebagai dugaan kecurangan. Proses (sidang) ini live, tentu menjadi perhatian semua pihak," ungkap Dosen Fisip ini.

Menurut Adib, masyarakat berharap agar MK dapat memberi jawaban atas banyaknya misteri yang terjadi dalam penyelenggaraan pilpres.

"Banyak misteri yang belum terungkap dengan baik, dan masyarakat berharap sidang MK ini akan menguak itu semua," katanya.

"Putusan Hakim besok akan tercatat sebagai salah satu sejarah keadilan dalam konstitusi kita. Saya harap putusan itu dapat mencairkan semua opini liar yang terjadi selama proses pilpres ini, dan semua pihak bisa bersatu mengilhami putusan tersebut," tutup Adib. [ts]

Jelang Putusan Sidang MK, Refly Harun Berikan Kabar Buruk untuk Kubu Prabowo-Sandi


GELORA.CO - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun mengatakan ada kabar buruk bagi calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengenai sidang sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK).

Hal tersebut disampaikan Refly dalam saluran YouTube iNews tv, Selasa (26/6/2019).

Refly memberikan pandangannya mengenai putusan MK dari segala sisi.

"Jadi begini kalau kita bicara mengenai putusan MK memang saya bicara semua sisi ya, pertama sisi psikologis. Kalau kita bicara sisi psikologis memang yang paling gampang adalah menolak permohonan. Itu paling gampang. Kenapa? Karena ada status quo berarti tidak mengubah apa-apa," ujar Refy.

Menurutnya, mengabulkan permohonan sengketa pilpres tak lagi menjadi urusan mudah sejak MK tahun 2004.

"Mengabulkan permohonan itu hal yang tidak mudah apalagi dalam konteks pilpres yang kita tahu sejak 2004 satu permohonan, 2009 2 permohonan, 2014 1 permohonan itu ditolak dan tanpa dissenting opinion," paparnya.

"Kalau kita bicara tentang data statistik seperti ini memang sedikit kabar buruk bagi 02, itu satu."

Ia menyebutkan, MK dalam masa Mantan Ketua MK, Mahfud MD, merupakan MK yang paling substansif.

"Yang kedua, MK era Pak Mahfud, itu MK yang paling progresif, paling substansif, paling mengikuti dinamika masyarakat" kata Refly.

"Walaupun yang namanya MK, tidak boleh terpengaruh pada opini publik karena itu kode etik mereka," ungkapnya.

"Tapi belakangan ini, hakim MK agak regresif, jadi tidak lagi progresif. Terbukti, putusan-putusan yang terkait dengan Pilkada. Entah apa tiba-tiba 2014 MK mengatakan Pilkada itu tidak masuk rezim pemilu dan kami tidak mau menyidangkannya, padahal sebelumnya sudah ratusan kali menyidangkan mereka."

"Kemudian 2015, 2016 muncul undang-undang yang mengakomodir itu. Karena yang mereka (kubu 02) minta itu gelombang progresif. Gelombang progresif, bisa tidak bertemu dengan gelombang regresif? Kira-kira begitu."

Menurutnya, hal ini tergantung dengan gelombang mana yang lebih kuat dan cepat.

"Kalau progresifnya cepat dan regresifnya lambat, bisa dia terbawa arus gelombang itu. Tapi kalau regresifnya cepat, dan progresifnya tidak kuat-kuat amat, tidak kuat-kuat amat dalam artian begini, kan segala sesuatunya kan base on pembuktian, kan dalam sidang kemarin ada dua hal, satu paradigma berfikir, kedua soal teknis," jelas Refly.

"Soal paradigma itu tadi, MK mau bagaimana, paradigma hitung-hitungan, atau paradigma substansif, dengan dalil masing-masing."

"Tetapi ada soal teknis juga, sejauh mana pembuktian itu bisa meyakinkan hakim dan layak untuk dikabulkan."

Lihat video di menit ke 3.18:

Kuasa Hukum 02: Jika Tak Ada Dukungan Publik, Putusan MK Jadi Masalah Baru


GELORA.CO - Anggota Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi, Lutfi Yazid mengatakan, semua bukti kecurangan pemilu telah dibuktikan pihaknya di persidangan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK). Menurutnya, yang dibutuhkan saat ini adalah kepercayaan publik (publik trust) terkait keputusan MK besok.

“Keputusan apapun yang diambil MK jika tidak ada dukungan publik maka akan jadi persoalan tersendiri ke depannya,” kata Lutfi Yazid saat diskusi bertajuk ‘Apakah Kecurangan Disahkan’ di Media Center Prabowo-Sandi, Jalan Sriwijaya I, Jakarta Selatan, Rabu (26/6).

Lutfi menjelaskan, jika putusan MK tidak memperhatikan dalil-dalil yang disampaikan Pemohon, maka putusan MK menjadi persoalan. Menurut dia, pemerintah siapapun nantinya jika tidak ada public endorsement, maka dia akan bermasalah di dalam perjalanannya.

“MK harus cermat dan teliti dalam membuat keputusan, dengan melihat fakta secara utuh. Tidak dengan melihat kebenaran yang setengah-setengah dan juga tidak melihat salah yang setengah-setengah,” katanya.

Artinya, jelas Lutfi, apa yang dibilang oleh Blogger Ferry Mursyidan Baldan bahwa KPU amburadul itu benar. Bukti KPU amburadul, kata Luthfi, adalah penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada 21 Mei 2019, padahal harusnya sebelum pemilu 17 April.

“DPT aja ditetapkan oleh KPU 21 Mei 2019, itu kan artinya sudah selesai pelaksanaan pemilu,” kata Luthfi.

Luthfi kembali mengingatkan, proses persidangan PHPU Pilpres 2019 dipantau oleh publik, termasukbsaat proses tahapan Pilpres. Oleh karena itu, MK sebagai lembaga terakhir menegakkan keadilan dan konstitusi rakyat harus cermat melihat semua bukti kecurangan yang sudah disampaikan.

“Semua proses ini dipantau dan dikontrol oleh publik. Semuanya menyaksikan dan kita juga sudah menyampaikan keyakinan kita, kebenaran yang kita yakini di dalam sebuah persidangan dan itu menjdai sebuah fakta persidangan,” ujar Luthfi. [ns]

Abdullah Hehamahua: Ceritanya Lain Andai KPK Tak Pernah Tangkap Hakim MK Soal Pilkada


GELORA.CO - Mantan penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abdullah Hehamahua kembali melakukan aksi lapangan. Dia turut turun ke jalan bersama aksi massa Gerakan Kedaulatan Rakyat (GKR) untuk mengawal putusan sidang Mahkamah Konstitusi (MK).

Meskipun sebelumnya telah ada imbauan dari Capres 02 Prabowo Subianto untuk massa menahan diri dan memfokuskan diri berdoa agar hakim MK memutus dengan adil gugatan Pilpres, namun massa tetap keukeuh turun ke jalan. Menurut Abdullah, dirinya tak ada kaitan dengan kubu 02.

“Saya tidak ada urusan dengan Prabowo Sandi, saya juga tidak kenal Prabowo Sandi. Jadi tidak ada urusan dengan Prabowo Sandi, tidak ada urusan dengan Jokowi – Maruf Amin,” ujarnya di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Rabu (26/6).

Abdullah menuturkan kehadirannya bersama dengan masyarakat semata-mata ingin memberikan dukungan kepada hakim MK agar profesional, jujur dan berani mengambil keputusan sesuai dengan nurani. Hakim MK juga didorong obyektif dan memutuskan seadil-adilnya sesuai fakta.

Ditambahkannya, selama 12 tahun menjadi pejabat negara, bersama KPK dirinya pernah melakukan pemeriksaan pejabat negara dan menangkapi koruptor. “KPK pernah menangkap ketua MK, anggota MK berkaitan dengan Pilkada. Andai itu tak pernah terjadi saya bisa saja membiarkan proses sidang gugatan PHPU ini berjalan. Tapi faktanya kan tak demikian,” tegasnya.

“Umur saya 71 tahun sekarang ini, mungkin 1 atau 2 hari atau 1 sampai 2 pekan lagi saya bisa saja meninggal. Saya tidak ingin negara ini hancur, berantakan karena saya tahu negara ini,” sambungnya.

Karenanya, mantan penasehat KPK ini menasehati hakim MK untuk tidak takut pada intimidasi dan ancaman apapun bentuknya. “Memperjuangkan kebenaran dan menegakkan keadilan itu matinya syahid,” katanya.

Abdullah menegaskan, jika MK tidak memperhatikan fakta-fakta tersebut, maka penyelenggara pemilu termasuk partai politik akan mengalami distrust (ketidakpercayaan) dari masyarakat. Akibatnya, hanya sekitar 50 persen saja yang ikut pemilu 2024.

“Saya ingatkan Pak Prabowo-Sandi, Insya Allah 2024 tidak ada lagi yang dukung (kubu petahana) karena mereka sudah hilang kepercayan dari masyarakat,” ujarnya. [ns]

Duh..Jelang Putusan Gugatan Pilpres, Pengamat Pesimis Hakim MK Independen


GELORA.CO - Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutus perkara sidang sengketa pilpres pada Kamis (27/6) besok. Pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun menduga akan terjadi perbedaan di antara sembilan Hakim konstitusi.

“Sebab, masing-masing Hakim MK sedang memerlukan data yang lebih valid dari semua fakta yang diungkap dalam persidangan. Kemungkinan akan terjadi dissenting opinion,” kata Ubedilah, saat dihubungi, Rabu (26/6).

Meski begitu, ia tidak dapat menyimpulkan komposisi Hakim yang memiliki perbedaan pendapat. Pasalnya, Ubedilah menilai Hakim Mahkamah Konstitusi belum independen secara utuh karena ada proses politik ketika mereka menjalani seleksi fit and proper test.

“Jadi, karena proses menjadi Hakim MK sarat dengan politik, saya berani menyimpulkan bahwa Hakim MK tidak independen. Karena tidak independen, maka (putusan) itu dipengaruhi dari seberapa besar kekuatan politik mempengaruhi (Hakim) MK,” ujarnya.

Maka itu, jelas Ubedilah, putusan sidang besok merupakan ujian berat bagi Hakim. Ujian berat itu berpijak dari seberapa besar Hakim berpihak pada rasa keadilan masayarakat dan demokrasi.

“Nah, itu akan tarik menarik antara beban psikologis di masa lalu dengan keinginan keadilan di dalam pengambilan keputusan,” katanya.

Lebih jauh, Ubedilah menuturkan, MK juga memiliki sejarah kelam selain memiliki sejarah emas. Hal itu terlihat dari beberapa mantan Ketua MK yang masuk penjara karena terlibat kasus korupsi.

“Nah sejarah kelam itu juga menjadi beban moral bagi Hakim sekarang, karena memungkinkan ada sebuah analitik hakim sekarang bermain dengan kekuatan politik dan kekuatan finansial. Jadi, keputusan yang nanti dimunculkan Hakim konstitusi tidak memenuhi rasa keadilan,” ujar dia.

Mengenai kemungkinan pasangan 01 didiskualifikasi dari pemilu 2019, Ubedilah mengatakan, hal itu tergantung jika Hakim mampu merangkai kecurangan terstruktur, sistematis dan masif (TSM) pada data dan fakta. Menurut dia, definisi TSM sebenarnya menjerat Hakim untuk sulit menemukan TSM itu sendiri.

“Paling mungkin adalah terstruktur, kalau masif perlu saya empirik. Kalau struktur itu data empirik berkaitan dengan analisis,” ucapnya.

Ia mencontohkan, petahana diuntungkan pada kamuflase acara bersama sekitar 3.000 kepala desa, kemudian gubernur mengumpulkan puluhan bupati. Menurutnya, kedua persitiwa tersebut terstruktur dan sistematis karena petahana punya peluang besar melakukan kecurangan dalam proses politik.

“Saya kira ke depan presiden hanya dikasih jabatan delapan tahun, setelah itu tidak menjabat lagi, karena petahana sepanjang sejarah melakukan kecurangan kok. Hanya saja ada yang vulgar dan tidak vulgar,” ujar Ubedilah. [ns]

Massa PA 212 Minta MK Tunda Putusan Sengketa Pilpres 2019


GELORA.CO - Massa Persaudaraan Alumni (PA) 212 menuntut Mahkamah Konstitusi agar menunda pengumuman putusan sidang sengketa perselisihan hasil pemilihan umum Presiden-Wakil Presiden 2019, yang dijadwalkan pada Kamis, 27 Juni 2019.  Sebab, majelis hakim perlu melakukan serangkaian audit untuk dapat memberikan keputusan yang seadil-adilnya.

"Kami minta MK memundurkan untuk mengumumkan dan memutuskan perkara. Sebab banyak yang perlu diaudit terlebih dahulu sebelum MK mengambil keputusan," kata Marwan Batubara sebagai orator di lokasi aksi unjuk rasa di depan Gedung Sapta Pesona, Jakarta Pusat, Rabu 26 Juni 2019.

Marwan mengatakan, ada beberapa hal yang harus diaudit. Pertama, yakni masalah penggunaan dana APBN yang diduga digunakan capres petahana Joko Widodo untuk kampanye. Hal itu, kata Marwan, melanggar aturan dalam berkampanye.

"Kedua audit terhadap IT KPU, diketahui bahwa IT KPU tidak ikuti standardisasi IT dunia. Padahal dalam undang-undang itu diwajibkan berstandar IT dunia," ujarnya.

Hal lain yang perlu diaudit, lanjut Marwan, adalah hasil perhitungan suara pemilihan presiden. Dia menilai dalam proses perhitungan tersebut banyak ditemukan kecurangan. Oleh karena itu MK perlu waktu yang lebih lama untuk mengetahui banyaknya kecurangan yang ada.

"Jadi kami minta, MK lakukan audit terlebih dahulu. Kalau memang diperlukan waktu maka pengumuman keputusan bisa diperpanjang. Setelah itu bisa dengan gampang kecurangan ditemukan oleh hakim MK," ujarnya. [vv]

Tim Hukum BPN: Jokowi yang Sahkan Anak Perusahaan BUMN Bagian dari BUMN


GELORA.CO - Tim Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Iwan Satriawan menegaskan bahwa Calon Wakil Presiden nomor urut 01, Ma"ruf Amin jelas melanggar Pasal 227 Huruf P jo 229 ayat (1) huruf G UU Pemilu No. 7 Tahun 2017. 

Faktanya, status Ma"ruf yang menjabat Ketua Dewan Pengawas di dua bank BUMN, yaitu Bank Mandiri Syariah (BSM) anak usaha PT Bank Mandiri dan Bank BNI Syariah, anak usaha PT Bank BNI 46 sangat terang benderang. 

Sebab, lanjut Iwan, Presiden Jokowi sendiri sebelumnya telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas PP Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas, yang menegaskan bahwa anak perusahaan BUMN adalah bagian dari BUMN. 

"Presiden Jokowi sudah pernah menerbitkan PP 72/2016 yang intinya menegaskan bahwa anak perusahaan BUMN adalah bagian dari BUMN," kata Iwan di Jakarta, Rabu (26/6/2019). 

Tak hanya PP 72/2016 yang menegaskan bahwa anak perusahaan BUMN itu adalah bagian dari BUMN, tetapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) no 21 Tahun 2017, putusan MK no 48 tahun 2013, peraturan BUMN no 3 tahun 2013, UU keuangan negara, UU perbendaharaan negara, dan UU Antikorupsi, itu kalau disimpulkan bahwa anak perusahaan BUMN adalah BUMN, dan pejabat di anak perusahaan BUMN adalah mewakili representasi dari BUMN, bukan sekadar konsultan. 

"Bahkan putusan MA Nomor 21 P/HUM/Tahun 2017 hasil dari judicial review juga menyatakan bahwa anak perusahaan BUMN itu disebut juga sebagai BUMN. Dalam putusan MA hal itu sudah sangat clear. Untuk lengkapnya putusan MA itu tercantum di hal 41 dari 43 halaman dari putusan Nomor 21 P/HUM/2017 itu," papar Iwan. 

Lebih lanjut, Iwan juga menjelaskan bahwa pihaknya lebih mengedepankan aspek konstitusionalitas pelaksanaan pilpres ketimbang hanya sekedar pembuktian form C1 dan C1 Plano serta angka-angka dalam perolehan suara saja. 

"Kita ingin keluar dari paradigma yang dua itu. Kita ingin masuk ke paradigma yang kita uji adalah aspek konstitusionalitas pelaksanaan pilpres, bahwa menurut Prof Jimly yang dimaksud dengan sengketa hasil perolehan suara itu adalah yang pertama angka-angka perolehan suara dan faktor-faktor yang mempengarhui keluarnya angka itu," jelasnya.

Iwan memaparkan, jika mengutip pendapat Prof Jimly tersebut maka sama pendekatannya dengan apa yang di sampaikan pihaknya, bahwa sebenarnya yang diuji bukan hanya sekedar angka-angka saja tapi juga darimana angka itu muncul dan faktor apa yang mempengaruhi angka itu muncul. 

"Dan itu adalah yang kita maksud dari paradigma yang diuji yaitu apakah pelaksanaan pilpres itu sudah diberlakukan sesuai prinsip luber dan jurdil sesuai pasal 22e ayat 1 Undang-undang dasar 1945," terang dia.

"Jadi yang kita lakukan adalah mengedukasi masyakrakat. kalau paradigma ini yang dipakai, maka kita akan memenangkan peradilan di mahkamah konstitusi," imbuhnya. [ts]

MK Sudah Kantongi Putusan Gugatan Prabowo, Dibaca 27 Juni Jam 12.30


GELORA.CO - Mahkamah Konstitusi (MK) telah menuntaskan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) pada Rabu (26/6) ini. Sebelumnya 9 hakim MK melakukan RPH sejak Senin (24/6). 

Dalam RPH tersebut, 9 hakim MK merumuskan putusan apakah menerima atau menolak gugatan Prabowo-Sandi terhadap sengketa hasil Pilpres 2019. 

Dengan tuntasnya RPH tersebut, artinya 9 hakim MK telah mengantongi putusan. Putusan itu akan dibaca dalam sidang pada Kamis (27/6) pukul 12.30 WIB.

“RPH pembahasan perkara sudah selesai. MK memastikan siap menggelar sidang pengucapan putusan besok,” kata juru bicara MK, Fajar Laksono, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (26/6). 

Meski telah menuntaskan RPH, kata Fajar, hakim MK masih melakukan rapat pada Rabu (26/6) ini. Rapat tersebut membahas persiapan akhir penyelenggaraan sidang di mana para hakim MK memberikan arahan kepada Sekjen, Panitera, dan Tim Gugus Tugas.

Terhadap putusan itu, masing-masing pihak yakin MK akan memenangkannya. 

Dari kubu 02, Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto (BW), optimis akan memenangkan gugatan hasil Pilpres 2019. Salah satu faktornya karena saksi dan ahli yang dihadirkan pasangan Jokowi-Ma'ruf tak bisa menjawab penjabaran dari saksi pihaknya.  

"Pertama saksi fakta dan ahli sudah dihadirkan, argumen tak ada yang didekonstruksi bahkan saksi yang mereka hadirkan bermasalah terutama dari terkait, saksi ahli mereka tak bisa delegitimasi saksi kami," kata BW di Media Center Prabowo-Sandi, Senin (24/6).

Salah satu bukti yang kuat, kata BW, yakni posisi Ma'ruf Amin sebagai Dewan Pengawas Syariah di anak BUMN. Menurutnya hal itu menjadi senjata yang dapat memenangkan pihaknya dalam sengketa di MK. 

"Keterangan soal cawapres sudah terang benderang, ada pelanggaran syarat pencalonan, kalo diuji dan dikaji serta dijadikan pertimbangan jadi syarat diskualifikasi," katanya. 

Sebagai termohon, KPU optimistis gugatan Prabowo-Sandi ditolak MK. Optimisme telah menyampaikan jawaban serta bukti yang kuat juga membuat tim hukum KPU tidak menghadirkan saksi pada persidangan kemarin. KPU hanya menghadirkan ahli, Marsudi Wahyu Kisworo.

“Prinsipnya KPU siap dengan apa pun putusan Mahkamah, baik terkait dengan pilpres maupun terkait dengan pileg,” kata Komisioner KPU Viryan Azis di Gedung KPU, Jakarta Pusat, Senin (24/6).

Begitu pula dari Tim Kuasa Hukum Jokowi-Ma'ruf sebagai pihak terkait. Kubu 01 yakin nantinya putusan akan tetap memenangkan Jokowi-Ma'ruf sebagai pemenang Pilpres 2019.

Tim hukum Jokowi-Ma'ruf, I Wayan Sudarta, yakin 99,99 persen hakim akan menolak gugatan Prabowo-Sandi. Keyakinan ini merujuk kepada pertimbangan dasar hukum dan alat bukti.

Dia menyebut, semua dalil permohonan yang disampaikan tim hukum Prabowo-Sandi sudah dibantah oleh saksi dan bukti yang dihadirkan oleh tim hukum Jokowi-Ma'ruf. Selain itu, ia yakin hakim MK hanya akan mempertimbangkan gugatan revisi sebagai lampiran.  

Wayan kemudian menerangkan, kesalahan pokok dari gugatan Prabowo-Sandi yaitu mengenai selisih suara yang tak ditemukan dalam dalil permohonan. Padahal, kewenangan MK adalah terkait permasalahan selisih suara dari gugatan Pilpres. [km]

Jubir Jelaskan Tiga Kemungkinan Putusan MK


GELORA.CO - Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK), Fajar Laksono, menjelaskan kemungkinan putusan yang akan dibacakan oleh majelis hakim konstitusi. Ada tiga kemungkinan putusan yang akan diberikan oleh majelis hakim konstitusi berdasarkan undang-undang (UU), yakni dikabulkan, ditolak, atau tidak dapat diterima.

"Kalau dalam UU MK, putusan MK bisa dikabulkan, ditolak, atau tidak dapat diterima. Itu normatifnya UU MK. Dalam konteks itu (apa putusan besok) nanti saya juga belum tahu putusannya apa," ungkap Fajar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (26/6).

Ia menjelaskan perbedaan ketiga kemungkinan putusan tersebut. Jika dikabulkan maka dalil permohonan pemohon dinilai beralasan menurut hukum. 

Jika ditolak maka dalil permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum. Jika tidak dapat diterima maka permohonan pemohon dianggap tidak memenuhi syarat-syarat formil.

"Misalnya diajukan di luar tenggat waktu itu (pengajuan permohonan), bisa amar putusan tidak dapat diiterima," kata dia.

Majelis hakim konstitusi telah selesai melakukan rapat permusyawaratan hakim (RPH) terkait perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2019. Dengan demikian, MK sudah siap menggelar sidang pengucapan putusan perkara tersebut Kamis (27/6) besok.

"RPH sudah selesai artinya putusan sudah siap dalam arti siap untuk dibacakan. Majelis hakim memastikan, hari Kamis besok putusan siap diucapkan," ujar Fajar.

Hari ini, MK akan melakukan rapat internal yang lebih bersifat persiapan teknis demi kelancaran sidang pembacaan putusan. Berbeda dengan sidang pekan lalu, pembacaan putusan merupakan panggung milik majelis hakim konstitusi.

"Ini kesempatan majelis hakim setelah kemarin pemohon-termohon diberikan kesempatan, diberikan ruang, untuk memberikan keterangan. Nah sekarang giliran mahkamah memutus," tuturnya. [ml]

Jelang Putusan, Kuasa Hukum Prabowo-Sandi Ultimatum MK


GELORA.CO - Tim hukum calon presiden dan wakil presiden 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, memberikan catatan kritis jelang putusan sidang sengketa pilpres yang akan dibacakan di Mahkamah Konstitusi besok, Kamis 27 Juni 2019.

Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto mengatakan, kuasa hukum paslon 02 dan rakyat Indonesia berharap Mahkamah Konstitusi (MK) mempertegas kemuliaannya melalui putusannya nanti. Yakni sebuah putusan yang berlandasakan pada nilai-nilai kebenaran dan keadilan (the truth and justice) sesuai dengan kesepakatan bangsa dan mandat konstitusi dimana MK terikat pada UUD 1945, sesuai Pasal 22E ayat 1 UUD 1945.

"MK harus menegakkan kebenaran dan keadilan secara utuh. Jika tidak, maka keputusan MK akan kehilangan legitimasi, karena tidak ada public trust di dalamnya. Akibatnya lebih jauh, bukan hanya tidak ada public trust, namun juga tidak akan ada public endorsement pada pemerintahan yang akan berjalan," kata Bambang, Rabu 26 Juni 2019.

Bambang menuturkan, satu saja unsur yang menjadi landasan atau rujukan keputusan MK mengandung unsur kebohongan (terkait intergritas) dan kesalahan (terkait profesionalitas). Misalnya, dengan mempertimbangkan kesaksian ahli Prof Eddy Hiariej yang memberikan labelling buruk sebagai penjahat kemanusiaan kepada Le Duc Tho padahal Le Duc Tho (lahir di Nam Din Province pada 10 Oktober 1911) adalah Nobel Prize for Peace pada tahun 1973 meski ia akhirnya menolaknya, maka keputusan MK menjadi invalid.

Dia lalu menjelaskan kesaksian Prof. Jazwar Koto, PhD (saksi ahli 02) dalam persidangan tentang adanya angka penggelembungan 22 juta yang ia dibeberkan secara saintifik berdasarkan digital forensik sama sekali tidak dideligitimasi oleh termohon (KPU) maupun terkait (Paslon 01).

“Yang dipersoalkan terhadap Prof Jazwar Koto hanyalah soal sertifikat keahlian, padahal ia telah menulis 20 buku, 200 jurnal internasional, pemegang hak patent (patent holder), penemu dan pemberi sertifikat finger print dan eye print, serta menjadi Direktur IT di sebuah perusahaan yang disegani di Jepang," katanya.

Sementara terkait dengan kesaksian ahli Prof Jazwar Koto di persidangan yang tidak dibantah, dapat dibayangkan, jika mekanisme pembuktiannya dilakukan secara manual, mengadu C1 dengan C1, sungguh akan sangat membutuhkan waktu yang lama. Pengecekan C1 dengan C1 membutuhkan waktu sekitar 1 menit untuk satu sekali pengecekan.

“Maka pengecekan tersebut akan memakan waktu sekitar 365 tahun dengan asumsi pemilihnya sekitar 192 juta pemilih. Atau kalau pengecekannya didasarkan per TPS ( dengan asumsi jumlah TPS 813.330 TPS) dan waktu pengecekan setiap TPS memakan waktu 30 menit maka waktu yang dibutuhkan untuk pengecekan secara keseluruhan dapat memakan waktu sekitar 46 tahun lamanya," katanya.

Bambang menuturkan, tidak adanya jaminan keamanan dan kehandalan terhadap system perhitungan suara KPU. Hal ini sangat nampak dari pemaparan yang disampaikan oleh saksi ahli dari termohon (KPU) maupun dari pemaparan komisioner KPU sendiri yang senantiasa 'ngeles'.

Istilah “ngeles melulu” sempat juga diutarakan Majelis Hakim Suhartoyo dalam persidangan) ketika ditanya Hakim MK maupuan oleh pihak Pemohon perihal upaya-upaya perbaikan atau komparasi dalam rangka pembenahan sistem perhitungan suara di KPU. “Padahal UU ITE Pasal 15 ayat 1 ditegaskan bahwa penyelenggara system informasi dan IT wajib memenuhi standar keamanan dan kehandalan," katanya.

Lebih lanjut disampaikan Bambang, dalam persidangan juga terbukti, setelah dilakukan pemeriksaaan, ternyata Termohon tidak dapat membuktikan adanya C7 (daftar kehadiran). Ketidakadaan C7 sangat fatal terkait dengan kepastian atas hak pilih rakyat (daulat rakyat). 

"Dengan tidak dapat dibuktikannya siapa yang hadir memberikan suaranya dalam pemungutan suara di TPS, maka muncul pertanyaan suara itu suara siapa? Siapa yang melakukan pencoblosan? Bahwa terbukti juga sebagai fakta persidangan di mana Termohon/KPU membuat penetapan DPT (daftar Pemilih Tetap) tertanggal 21 Mei 2019, artinya penetapan KPU tersebut dibuat setelah Pemilu tanggal 17 April 2019. Tentu, ini sesuatu yang sangat aneh," ujarnya. [vv]

Selasa, 25 Juni 2019

Abdullah Hehamahua: Kita Minta IT KPU Diinvestigasi Mahkamah Internasional


GELORA.CO - Ribuan masyarakat turun ke jalan untuk mengikuti Aksi 266 di area Patung Kuda, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (26/6/2019). Di awal aksi, massa menyanyikan Lagu Kebangsaan, dan lagu nasional seperti Maju Tak Gentar, dan Halo-Halo Bandung.

Sebelumnya, mobil komando sempat dihalau dari lokasi aksi oleh sejumlah aparat kepolisian, namun setelah melalui negoisasi yang alot antara koordinator lapangan dengan polisi, akhirnya mobil komando diperbolehkan masuk ke lokasi.

Tampak sejumlah ulama dan tokoh nasional seperti, mantan Komisioner KPK, Abdullah Hehamahua, Koordinator API Jabar, Ustadz Asep Syaripudin dan Edi Mulyadi

Dalam orasinya, Ustadz Asep menegaskan bahwa Aksi 266 yang bertajuk Halal bihalal dan Tahlil Akbar ini adalah aksi damai.

Sementara, Abdullah Hehamahua menekankan pentingnya para Hakim MK untuk menjunjung tinggi keadilan.

Abdullah sempat menyinggung tentang Jokowi yang tidak cuti selama masa kampanye Pilpres 2019, namun di akhir persidangan MK, tim hukum Jokowi baru memperlihatkan surat izin cuti.

“Ini kecurangan dan hukumannya 5 tahun!”, ujar Abdullah Hehamahua.

Dia juga menyinggung tentang sudah dicoblos nya surat suara Pemilu di Malaysia, dan lain-lain. “Jadi kasus ini harus diproses hukum, kalau pun tidak bisa diproses sekarng, maka harus diproses di periode kepemimpinan berikutnya,” ujarnya.

Tak hanya itu, Hehamahua juga mengungkap indikasi kecurangan yang luar biasa, dimana DPT saat Pilpres 2019 melonjak secara drastis daripada DPT saat Pilkada Jateng dan Jatim.

Dia mengungkap bahwa di masa lalu, Antasari Azhar mau mengaudit IT KPU, lalu setelah itu Antasari dikriminalisasi. Untuk itu, IT KPU sangat perlu untuk diinvestigasi karena bermasalah.

“Kita minta Mahkamah Internasional, kita minta PBB, apapun putusan MK besok, untuk melakukan audit IT KPU,” tegas Abdullah Hehamahua yang langsung disambut pekikan takbir ribuan massa yang hadir.

Aksi yang dihadiri oleh ribuan umat Islam dan sejumlah ormas yang tergabung dalam Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat untuk Keadilan dan Kemanusiaan itu, rencananya akan digelar hingga 17.00 WIB. [sm]

Jubir MK: Dissenting Opinion Boleh Diucapkan Hakim saat Sidang Putusan


GELORA.CO - Juru Bicara Mahkamah Kontitusi (MK), Fajar Laksono mengatakan mejelis hakim MK dapat menyampaikan pendapat berbeda atau dissenting opinion dalam sidang pembacaan putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019. Fajar mengatakan perbedaan pendapat mejelis hakim tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan.

Fajar menerangkan putusan majelis hakim itu sudah diatur. Menurutnya berdasar aturan putusan mejelis hakim merupakan hasil musyawarah mufakat atau voting.

"Bahwa putusan itu diambil begini, begini, begini, musyawarah mufakat, kalau tidak voting. Kalau ada hakim berbeda pendapat, itu menyampaikan pendapatnya yang berbeda itu ke dalam putusan menjadi bagian yang tidak terpisahkan," kata Fajar di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (26/6/2019).

Fajar mengatakan majelis hakim MK yang memiliki pendapat berbeda nantinya boleh disampaikan langsung dalam sidang pembacaan putusan PHPU Pilpres 2019. Namun, hal itu bergantung dari masing-masing majelis hakim.

"Tergantung hakimnya kalau itu. Mau dibacakan atau tidak," ujar Fajar. 

Lebih lanjut, kata Fajar, meskipun nantinya pendapat berbeda mejelis hakim MK tidak dibacakan dalam persidangan, perbedaan pendapat tersebut akan disampaikan secara tertulis. Perbedaan pendapat antara majelis hakim itupun akan dibuka kepada publik.

"Pasti. Seandainya ada (perbedaan pendapat) ya," ujarnya.

Untuk diketahui, pada sidang PHPU Pilpres 2014 lalu, putusan majelis hakim MK bersifat bulat. Dalam persidangan pembacaan putusan tidak ada majelis hakim MK yang menyampaikan pendapat berbeda atau dissenting opinion dari putusan. 

Adapun ketika itu majelis hakim MK menolak permohonan PHPU Pilpres 2014 yang diajukan pasangan calon Prabowo Subianto - Hatta Rajasa. Majelis hakim MK memutuskan Joko Widodo - Jusuf Kalla dinyatakan sah sebagai pemenang Pilpres 2014. [sc]

Ferry Mursyidan: KPU Harus Bertanggung Jawab Atas Lolosnya Maruf Amin


GELORA.CO - Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah pihak yang paling bertanggung jawab terhedap lolosnya Maruf Amin sebagai calon wakil presiden mendampingi petahana Joko Widodo.

Status cawapres Maruf dipersoalkan karena menjabat sebagai Dewan Pengawas Syariah di perusahaan BUMN, Bank Mandiri Syariah dan BNI Syariah.

Sebagaimana diatur dalam UU 7/2017 tentang Pemilu, pejabat dan karyawan BUMN dan BUMD tidak boleh menjadi peserta kontestasi politik.

"Kalau tanya siapa yang salah? KPU. Karena meloloskan (Maruf sebagai cawapres)," ujar Ketua Direktorat Relawan Prabowo-Sandi, Ferrry Mursyidan Baldan di Media Center Prabowo-Sandi, Kebayoran Baru, Jakarta, Rabu (26/6).

Ferry mempertanyakan ketelitian KPU dalam melakukan pengecekan berkas pendaftraan yang seharusnya posisi Maruf tidak membuat dia memenuhi syarat untuk menjadi cawapres.

"Kenapa untuk dua pasangan calon presiden cuman empat orang ini, itu enggak ketemu bahwa ada syarat yang tidak terpenuhi?" tanyanya.

Meski tidak ingin berkata kasar, Ferry menyebut pihaknya meminta pertanggungjawaban KPU atas kelalaiannya itu dengan meloloskan orang yang tidak sesuai persyaratan.

"Kita enggak tega kalau kita bilang kebodohan, tapi kita bilang bahwa ini adalah faktor kesengajaan," ucapnya. [md]

Tim Hukum Prabowo-Sandi: Jika Kecurangan Disahkan, MK Tak akan Dipercaya Publik


GELORA.CO - Tidak ada alasan bagi Mahkamah Konstitusi untuk tidak mengabulkan permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 yang diajukan tim kuasa hukum Prabowo-Sandi.

Anggota tim hukum Prabowo-Sandi, Lutfi Yazid menyebut berbagai kecurangan yang dituduhkan sudah terbukti dalam persidangan PHPU yang berlangsung sejak tanggal 14 Juni lalu.

"Jika disahkan (tak terbukti) kecurangannya itu, maka putusan MK pun menjadi persoalan," ujar Lutfi dalam diskusi di Media Center Prabowo-Sandi, Kebayoran Baru, Jakarta, Rabu (26/6).

Lutfi menyebut apapun keputusan MK akan berpengaruh pada kepercayaan publik terhadap jalannya pemerintahan yang akan memimpin Bangsa Indonesia lima tahun ke depan.

Menurutnya, sebagus apapun kepala negara, jika tidak mendapat kepercayaan penuh dari masyarakatnya tentu akan menghadapi berbagai ganjalan.

"Pemerintah siapapun nanti yang akan datang kalau itu tidak di public endorsement (didukung publik) maka dia akan bermasalah di dalam perjalanannya," jelasnya.

Oleh sebab itu, kata Lutfi, MK diharapkan cermat dan teliti dalam membuat keputusan yang melihat fakta secara utuh.

"Tidak ada kebenaran yang setengah-setengah, kebenaran ya full (penuh). Begitu juga salah, tidak ada salah yang hanya setengah," tutupnya. [md]

Prabowo dan Sandi Saksikan Putusan MK dari Kertanegara


GELORA.CO - Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto akan menyaksikan pembacaan putusan sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK) dari kediamannya di Jalan Kertanegara IV, Kebayoran Baru, Jakarta (Kamis, 27/6).

Kabar tersebut dipastikan oleh Koordinator Jurubicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simanjuntak di Media Center Prabowo-Sandi, Kebayoran Baru, Jakarta, Rabu (26/6).

"Beliau akan mendengarkan keputusan MK dari Kertanegara kemungkinan bareng bang Sandi dan beberapa tokoh partai politik koalisi dan tokoh lain," ujar Dahnil.

Mantan ketua umum PP Pemuda Muhammadiyah ini menyebutkan seluruh jajaran BPN Prabowo-Sandi berharap gugatan kuasa hukum paslon 02 dikabulkan.

Harapan tersebut, katanya, dapat terkabul jika MK berpandangan progresif dengan melihat seluruh fakta dan bukti serta tidak sekedar membuat putusan berdasar selisih suara.

"MK harus fokus pada hal-hal yang konstitusional membangun paradigma progressive seperti yang dilakukan MK selama ini, tidak mereduksi atau mengecilkan MK sekedar menjadi mahkamah hitung-hitungan, mahkamah kalkulator," sebut Dahnil.

Ditambahkan Dahnil, pasangan Prabowo-Sandi akan menerima apapun keputusan MK yang akan dibacakan Kamis besok.

"Apapun itu tentu kami patuhi dan menghormati hasil MK, apapun hasilnya itu," tutupnya. [md]

MK Bertanggung Jawab Pastikan Proses Pilpres Jujur


GELORA.CO - Mahkamah Konstitusi (MK) harus konsisten dalam memposisikan diri sebagai pengawal konstitusi. Sementara khusus dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), MK adalah pengawal kedaulatan rakyat.

Begitu kata Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Padang, Miko Kamal dalam keterangan tertulisnya, Selasa (25/6).

Atas alasan itu, kata Miko, pendapat ahli yang menyatakan bahwa wewenang MK sebatas dalam menghitung surat suara merupakan pendapat yang sangat merendahkan harkat dan martabat MK sebagai sebagai salah satu lembaga negara terhormat.

“Sebab, MK bertanggung jawab memastikan rangkaian proses pemilihan pemimpin yang akan menjalankan mesin governance itu berjalan secara jujur dan adil dan/atau tanpa kecurangan,” tegasnya.

Sebagai pengawal kedaulatan rakyat, para hakim MK tentu paham bahwa mereka bertanggung jawab mendalami setiap kecurangan yang dimajukan oleh pihak yang merasa dicurangi. Pasalnya, kecurangan sesungguhnya adalah pengkhianatan atas kedaulatan rakyat, bukan sebatas khianat pada lawan politik. 

MK, sambungnya, juga tentu paham bahwa tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) hanya akan mewujud bila pihak yang akan menjalankan pemerintahan itu terpilih melalui proses yang jujur atau tidak melakukan kecurangan.

“Sebaliknya, input yang berasal dari proses yang buruk akan menghasilkan sesuatu yang buruk pula (garbage in, garbage out),” terangnya.

Lebih lanjut, Miko menilai bahwa dari jalannya persidangan di MK, dirinya berkesimpulan beberapa dugaan kecurangan dan ketidakjujuran pelaksanaan pemilu memang benar terjadi. Untuk itu, masalah ketidakjujuran harus menjadi perhatian khusus MK dalam memutus perkara.

“Ketidakjujuran pelaksanaan pemilu dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi penyelenggara pemilu dan sisi peserta pemilu,” terangnya.

“Saya menghimbau Mahkamah untuk membuat keputusan yang seadil-adilnya dengan menjadikan prinsip kejujuran sebagai acuan utama,” pungkas Miko. [rmol]

Temuan DPT “Siluman” Cukup Untuk Batalkan Pelaksanaan Pilpres


GELORA.CO - Sebanyak 22 juta daftar pemilih tetap (DPT) tidak jelas atau “siluman” diungkap dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK).

Adalah Idham Amiruddin, saksi yang dihadirkan kuasa hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sebagai pemohon dalam kasus ini, yang mengungkap temuan tersebut.

“Berdasarkan keterangan saksi Idham Amiruddin telah ditemukan 22 juta DPT siluman dalam bentuk NIK rekayasa, pemilih ganda dan pemilih di bawah umur,” katan Ketua Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto dalam keterangan tertulisnya, Selasa (25/6).

Mantan wakil ketua KPK itu menjelaskan pihak pemohon telah berkali kali mengajukan protes dan keberatan terhadap adanya temuan DPT siluman tersebut. Namun KPU, yang dalam sidang bertindak sebagai termohon, tidak pernah melakukan perbaikan yang serius terhadap DPT bermasalah tersebut.

“Pemohon juga telah melaporkan soal DPT Siluman tersebut ke Bawaslu RI, namun laporan tersebut tidak pernah ditindaklanjuti,” sambung pria yang akrab disapa BW itu.

Seharusnya, sambung BW, tidak jelasnya DPT sudah cukup bagi majelis hakim MK untuk mengabulkan gugatan pihaknya. Sebab, MK juga pernah melakukan pembatalan Pilkada Sampang dan Maluku Utara di tahun 2018 dengan alasan ketidakjelasan DPT.

“Tidak jelasnya DPT, sebenarnya telah cukup menjadi alasan bagi majelis hakim MK untuk membatalkan pelaksanaan Pilpres 2019,” pungkasnya. [rmol]

Andi Arief Wanti-wanti Ridwan Kamil Soal Jejaring Peternak China Di Kawasan Gunung Padang

GELORA.CO - Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil diingatkan soal keberadaan usaha peternakan ayam petelur oleh jejaring peternak China di kawa...