Rabu, 26 Juni 2019

Kuasa Hukum 02: Jika Tak Ada Dukungan Publik, Putusan MK Jadi Masalah Baru


GELORA.CO - Anggota Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi, Lutfi Yazid mengatakan, semua bukti kecurangan pemilu telah dibuktikan pihaknya di persidangan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK). Menurutnya, yang dibutuhkan saat ini adalah kepercayaan publik (publik trust) terkait keputusan MK besok.

“Keputusan apapun yang diambil MK jika tidak ada dukungan publik maka akan jadi persoalan tersendiri ke depannya,” kata Lutfi Yazid saat diskusi bertajuk ‘Apakah Kecurangan Disahkan’ di Media Center Prabowo-Sandi, Jalan Sriwijaya I, Jakarta Selatan, Rabu (26/6).

Lutfi menjelaskan, jika putusan MK tidak memperhatikan dalil-dalil yang disampaikan Pemohon, maka putusan MK menjadi persoalan. Menurut dia, pemerintah siapapun nantinya jika tidak ada public endorsement, maka dia akan bermasalah di dalam perjalanannya.

“MK harus cermat dan teliti dalam membuat keputusan, dengan melihat fakta secara utuh. Tidak dengan melihat kebenaran yang setengah-setengah dan juga tidak melihat salah yang setengah-setengah,” katanya.

Artinya, jelas Lutfi, apa yang dibilang oleh Blogger Ferry Mursyidan Baldan bahwa KPU amburadul itu benar. Bukti KPU amburadul, kata Luthfi, adalah penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada 21 Mei 2019, padahal harusnya sebelum pemilu 17 April.

“DPT aja ditetapkan oleh KPU 21 Mei 2019, itu kan artinya sudah selesai pelaksanaan pemilu,” kata Luthfi.

Luthfi kembali mengingatkan, proses persidangan PHPU Pilpres 2019 dipantau oleh publik, termasukbsaat proses tahapan Pilpres. Oleh karena itu, MK sebagai lembaga terakhir menegakkan keadilan dan konstitusi rakyat harus cermat melihat semua bukti kecurangan yang sudah disampaikan.

“Semua proses ini dipantau dan dikontrol oleh publik. Semuanya menyaksikan dan kita juga sudah menyampaikan keyakinan kita, kebenaran yang kita yakini di dalam sebuah persidangan dan itu menjdai sebuah fakta persidangan,” ujar Luthfi. [ns]

Abdullah Hehamahua: Ceritanya Lain Andai KPK Tak Pernah Tangkap Hakim MK Soal Pilkada


GELORA.CO - Mantan penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abdullah Hehamahua kembali melakukan aksi lapangan. Dia turut turun ke jalan bersama aksi massa Gerakan Kedaulatan Rakyat (GKR) untuk mengawal putusan sidang Mahkamah Konstitusi (MK).

Meskipun sebelumnya telah ada imbauan dari Capres 02 Prabowo Subianto untuk massa menahan diri dan memfokuskan diri berdoa agar hakim MK memutus dengan adil gugatan Pilpres, namun massa tetap keukeuh turun ke jalan. Menurut Abdullah, dirinya tak ada kaitan dengan kubu 02.

“Saya tidak ada urusan dengan Prabowo Sandi, saya juga tidak kenal Prabowo Sandi. Jadi tidak ada urusan dengan Prabowo Sandi, tidak ada urusan dengan Jokowi – Maruf Amin,” ujarnya di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Rabu (26/6).

Abdullah menuturkan kehadirannya bersama dengan masyarakat semata-mata ingin memberikan dukungan kepada hakim MK agar profesional, jujur dan berani mengambil keputusan sesuai dengan nurani. Hakim MK juga didorong obyektif dan memutuskan seadil-adilnya sesuai fakta.

Ditambahkannya, selama 12 tahun menjadi pejabat negara, bersama KPK dirinya pernah melakukan pemeriksaan pejabat negara dan menangkapi koruptor. “KPK pernah menangkap ketua MK, anggota MK berkaitan dengan Pilkada. Andai itu tak pernah terjadi saya bisa saja membiarkan proses sidang gugatan PHPU ini berjalan. Tapi faktanya kan tak demikian,” tegasnya.

“Umur saya 71 tahun sekarang ini, mungkin 1 atau 2 hari atau 1 sampai 2 pekan lagi saya bisa saja meninggal. Saya tidak ingin negara ini hancur, berantakan karena saya tahu negara ini,” sambungnya.

Karenanya, mantan penasehat KPK ini menasehati hakim MK untuk tidak takut pada intimidasi dan ancaman apapun bentuknya. “Memperjuangkan kebenaran dan menegakkan keadilan itu matinya syahid,” katanya.

Abdullah menegaskan, jika MK tidak memperhatikan fakta-fakta tersebut, maka penyelenggara pemilu termasuk partai politik akan mengalami distrust (ketidakpercayaan) dari masyarakat. Akibatnya, hanya sekitar 50 persen saja yang ikut pemilu 2024.

“Saya ingatkan Pak Prabowo-Sandi, Insya Allah 2024 tidak ada lagi yang dukung (kubu petahana) karena mereka sudah hilang kepercayan dari masyarakat,” ujarnya. [ns]

Duh..Jelang Putusan Gugatan Pilpres, Pengamat Pesimis Hakim MK Independen


GELORA.CO - Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutus perkara sidang sengketa pilpres pada Kamis (27/6) besok. Pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun menduga akan terjadi perbedaan di antara sembilan Hakim konstitusi.

“Sebab, masing-masing Hakim MK sedang memerlukan data yang lebih valid dari semua fakta yang diungkap dalam persidangan. Kemungkinan akan terjadi dissenting opinion,” kata Ubedilah, saat dihubungi, Rabu (26/6).

Meski begitu, ia tidak dapat menyimpulkan komposisi Hakim yang memiliki perbedaan pendapat. Pasalnya, Ubedilah menilai Hakim Mahkamah Konstitusi belum independen secara utuh karena ada proses politik ketika mereka menjalani seleksi fit and proper test.

“Jadi, karena proses menjadi Hakim MK sarat dengan politik, saya berani menyimpulkan bahwa Hakim MK tidak independen. Karena tidak independen, maka (putusan) itu dipengaruhi dari seberapa besar kekuatan politik mempengaruhi (Hakim) MK,” ujarnya.

Maka itu, jelas Ubedilah, putusan sidang besok merupakan ujian berat bagi Hakim. Ujian berat itu berpijak dari seberapa besar Hakim berpihak pada rasa keadilan masayarakat dan demokrasi.

“Nah, itu akan tarik menarik antara beban psikologis di masa lalu dengan keinginan keadilan di dalam pengambilan keputusan,” katanya.

Lebih jauh, Ubedilah menuturkan, MK juga memiliki sejarah kelam selain memiliki sejarah emas. Hal itu terlihat dari beberapa mantan Ketua MK yang masuk penjara karena terlibat kasus korupsi.

“Nah sejarah kelam itu juga menjadi beban moral bagi Hakim sekarang, karena memungkinkan ada sebuah analitik hakim sekarang bermain dengan kekuatan politik dan kekuatan finansial. Jadi, keputusan yang nanti dimunculkan Hakim konstitusi tidak memenuhi rasa keadilan,” ujar dia.

Mengenai kemungkinan pasangan 01 didiskualifikasi dari pemilu 2019, Ubedilah mengatakan, hal itu tergantung jika Hakim mampu merangkai kecurangan terstruktur, sistematis dan masif (TSM) pada data dan fakta. Menurut dia, definisi TSM sebenarnya menjerat Hakim untuk sulit menemukan TSM itu sendiri.

“Paling mungkin adalah terstruktur, kalau masif perlu saya empirik. Kalau struktur itu data empirik berkaitan dengan analisis,” ucapnya.

Ia mencontohkan, petahana diuntungkan pada kamuflase acara bersama sekitar 3.000 kepala desa, kemudian gubernur mengumpulkan puluhan bupati. Menurutnya, kedua persitiwa tersebut terstruktur dan sistematis karena petahana punya peluang besar melakukan kecurangan dalam proses politik.

“Saya kira ke depan presiden hanya dikasih jabatan delapan tahun, setelah itu tidak menjabat lagi, karena petahana sepanjang sejarah melakukan kecurangan kok. Hanya saja ada yang vulgar dan tidak vulgar,” ujar Ubedilah. [ns]

Jelang Putusan MK, Moeldoko Malah Buat Pernyataan Provokatif Merugikan Paslon 01


GELORA.CO - Menjelang putusan sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), semua pihak iminta menahan diri mengeluarkan pernyataan-pernyataan provokatif seperti yang disampaikan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dengan menuduh adanya kelompok jaringan teroris dalam aksi di sekitar MK.

Direktur Eksekutif Jenggala Center, Syamsuddin Radjab menagatakan, pernyataan demikian menandakan Moeldoko tidak memercayakan penanganan keamanan kepada aparat kepolisian karena terbukti hingga saat ini tidak ada seorangpun yang disangkakan melakukan tindakan teroris dalam aksi di MK.

Bahkan, yang diduga melakukan tindakan makar pun perlahan dan pasti dibebaskan atau ditangguhkan karena alasan subyektif penyidik kepolisian.

"Pernyataan-pernyataan Moeldoko sejauh ini justru sangat merugikan pihak kontestan nomor urut 01 (Jokowi-Maruf) dan tidak membantu membuat suasana menjadi damai, tentram dan aman," ujar Syamsuddin Radjab, Rabu (26/6).

Menurutnya, Moeldoko seolah masih merasa diri sebagai Panglima TNI dan atau seolah aparat penegak hukum. Sebagai wakil TKN dan kepala KSP, Moeldoko seharusnya memiliki standar etika sosial yang tinggi dengan tidak melontarkan tuduhan serampangan yang berakibat pihak lain memberi respons negatif ke paslon 01 akibat pernyataannya.

Jelas Syamsuddin Radjab, sikap terbaik saat ini jelang pembacaan putusan sengketa hasil pemilu di MK adalah diam, sabar dan patuh terhadap putusan tersebut.

"Para pihak dalam sengketa pemilu telah bertarung gagasan, bukti-bukti dan dalil-dalil hukum yang diyakininya sehingga akan lebih baik ikut menenangkan suasana agar kondusif," ucapnya.

Aksi demontrasi atau penyampaian pendapat dimuka umum adalah hak yang dijamin konstitusi, sehingga bukan untuk dilarang tapi kewajiban negara untuk mengawal penyampaian hak dimaksud agar dapat dilaksanakan dengan bauk, bukan malah diprovokasi.

Kalau ada tindakan kriminal dalam penyampaian hak maka aparat penegak hukum akan mengambil tindakan wajar dan setimpal.

"Mari tetap jaga kondisi aman dan damai ini dan bahkan setelah pembacaan putusan MK kedepan dengan kondisi yang sama amannya. Jika masih belum puas, maka persiapkan bertarung di pemilu 5 tahun berikutnya, demikian demokrasi dibangun di atas kesadaran hukum dan ketaatan terhadap konstitusi," demikian Syamsuddin Radjab.

KSP Moeldoko sebelumnya mengungkapkan adanya keterlibatan jaringan teroris, saat aksi mengawal putusan MK terkait sengketa hasil Pilpres 2019. Dia mengatakan, pemerintah sudah memetakan kelompok atau jaringan teroris yang nantinya ikut "bermain" dalam aksi tersebut. Namun, dia enggan menyebutkan kelompok mana saja yang terlibat. [md]

Makin Sore, Massa Aksi Kawal MK Meluber hingga Kemenko Polhukam


GELORA.CO - Massa aksi kawal Mahkamah Konstitusi (MK) di kawasan Patung Kuda Arjuna Wijaya Monas masih berlangsung. Massa pun makin memadati kawasan Patung Kuda Monas hingga kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) menjelang sore hari.

Pantauan di lokasi, massa aksi kawal masih bertahan di kawasan Patung Kuda Arjuna Wijaya, Monas, pada pukul 14.50 WIB, Rabu (26/6/2019). Massa, yang mayoritas memakai pakaian putih, terlihat berkumpul di sekitar Patung Kuda, Monas.

Mereka pun terlihat membawa sejumlah atribut, mulai spanduk hingga bendera. Massa ada yang duduk dengan mengelar tikar dan berdiri di sekitar mobil komando. 

Tak lama kemudian, mobil komando pun bergerak ke depan kantor Kemenko Polhukam. Massa pun mengikuti mobil komando. Kini aksi tak hanya di sekitar Patung Kuda Monas, tapi massa ada juga yang di depan Kemenko Polhukam.

Sementara itu, di atas mobil komando, para tokoh silih berganti berorasi. Arus lalu lintas di Jl Medan Merdeka Barat dari arah Jl MH Thamrin ke Harmoni pun masih ditutup hingga kini. [dtk]

Massa Tahlil Akbar 266 Minta Prabowo Tolak Ajakan Rekonsiliasi


GELORA.CO - Orator aksi Tahlil Akbar 266 meminta calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menolak ajakan rekonsiliasi oleh kubu capres petahana Joko Widodo. Selain itu, orator aksi juga meminta Prabowo menolak mengakui hasil Pilpres 2019 bila Mahkamah Konstitusi menyatakan Jokowi sebagai pemenang.

MK bakal membacakan putusan sengketa hasil Pilpres 2019 pada Kamis (27/6) pukul 12.30 WIB.

"Seandainya besok MK memutuskan yang menang 01 artinya besok awal perjuangan kita menyuarakan aspirasi kita, bahwa kita tidak mau menjadi bangsa pecundang," kata orator dari atas mobil komando di dekat Patung Kuda, Jakarta, Rabu (26/6).

"Kepada Pak Prabowo lebih baik menolak rekonsiliasi dan menolak mengakui hasil Pilpres 2019," lanjutnya. 

"Setuju," ujar massa menyahuti orator.

Orator mengatakan bahwa Pilpres 2019 sarat dengan kecurangan. Baik dari ketidaknetralan aparat hingga penggunaan fasilitas negara untuk kampanye oleh Jokowi. 

Dia menganggap kecurangan Pilpres 2019 sama dengan kejahatan kemanusiaan.

"Itu kejahatan kemanusiaan. Maka tidak pantas mengajak rekonsiliasi. Kita tidak mau suara kita dirampok," ucap orator.

Komandan Jenderal Komando Ulama Pemenangan Prabowo-Sandi (Kopassandi) Abdullah Syafii kemudian mengajak massa agar melaksanakan salat tahajud malam nanti.

Dia mengaku sudah memfotokopi buku kecil berisi bacaan usai salat tahajud. Syafii meminta massa agar membaca itu agar dosa-dosa diampuni.

"Jika sudah diampuni, maka doa kita akan dikabulkan. Amiin," tutur Syafii melalui pengeras suara dari atas mobil komando. [cnn]

Prabowo Minta Jaminan Agar Pendukungnya Bebas Jerat Hukum


GELORA.CO - Calon Presiden Nomor 02, Prabowo Subianto disebut telah melakukan komunikasi dengan sejumlah tokoh dari kubu Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Hanya saja pertemuan yang dilakukan Prabowo ini disebut bukan untuk lobi kekuasaan atau lobi politik. 

Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simanjuntak menyebut, komunikasi hingga pertemuan itu dilakukan Prabowo untuk meminta jaminan pembebasan terhadap sejumlah tokoh politik maupun aktivis pendukungnya yang saat ini ditahan karena berbagai kasus hukum. 

"Pak Prabowo berkomunikasi dengan Pemerintah itu terkait dengan upaya memberikan jaminan kepada para pendukung atau tokoh yang disebut makar. Pak Prabowo melakukan komunikasi politik dan hukum untuk melakukan jaminan dan pembebasan untuk beberapa tokoh," kata Dahnil di Media Center Prabowo-Sandi, Jalan Sriwijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (26/6). 

Tokoh-tokoh itu misalnya mantan Danjen Koppasus Soenarko, Eggi Sudjana, Mustafa Nahra, dan tokoh-tokoh pendukung 02 lainnya yang saat ini masih menghadapi persoalan hukum. 

Dalam kesempatan itu, Dahnil membantah pertemuan yang dilakukan Prabowo adalah upaya untuk melakukan deal politik dengan kubu 01. Apalagi terkait jaminan kekuasaan yang akan didapatkan pihaknya. 

Yang jelas kata Dahnil, setiap pertemuan yang dilakukan Prabowo, seperti saat bertemu dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla, misalnya, adalah untuk bersilaturahmi dan meminta jaminan pembebasan tokoh-tokoh pendukungnya yang saat ini tengah terjerat hukum. 

"Pak Prabowo terbuka komunikasi politik dengan siapapun selama itu untuk kepentingan bangsa tapi sampai hari ini Pak Prabowo belum melakukan komunikasi politik dengan lobi-lobi kekuasaan," kata Dahnil. 

"Beliau melakukan komunikasi politik tapi terkait pembebasan penjaminan terhadap para tokoh yang ditangkap, dituduh makar, dikriminalisasi," katanya. [cnn]

Andi Arief Wanti-wanti Ridwan Kamil Soal Jejaring Peternak China Di Kawasan Gunung Padang

GELORA.CO - Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil diingatkan soal keberadaan usaha peternakan ayam petelur oleh jejaring peternak China di kawa...