Rabu, 26 Juni 2019

Ada Spanduk Diskualifikasi Jokowi-Maruf di Aksi Kawal MK


GELORA.CO - Sebuah spanduk bertuliskan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mendiskualifikasi pasangan Joko Widodo-Maruf Amin terlihat saat aksi damai Kawal MK di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (26/6).

Spanduk berwarna merah dengan latar belakang gambar gedung MK terlihat menggantung di Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di depan gedung Kementerian Pariwisata.

Tulisan berwarna kuning tersebut tertulis 'Mahkamah Konstitusi Segera Putuskan Diskualifikasi Capres No 1..!!'. Tak hanya itu, terlihat pula spanduk tersebut mengatasnamakan dari Gerakan Kedaulatan Rakyat (GKR).

Hingga pukul 15.00 WIB, aksi damai kawal MK masih berlangsung di kawasan Patung Kuda di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Para orator masih terus berorasi di atas mobil komando yang telah disiapkan oleh Persaudaraan Alumni (PA) 212.

Siang hari tadi, massa juga sempat menggelar Shalat Zuhur berjamaah di depan Kementerian Pariwisata. [md]

Kenang Korban 21-22 Mei, Menantu Habib Rizieq: Pembunuh Rakyat Harus Dihukum Mati!


GELORA.CO - Aksi damai Persaudaraan Alumni (PA) 212 di Kawasan Patung Kuda di Jalan Medan Merdeka Barat diselenggarakan untuk mengenang korban aksi 21-22 Mei.

Menantu Imam besar Habib Rizieq Shihab, Habib Anif Al-Attos mengatakan, aksi kali ini juga dalam rangka tahlil akbar mengenang para "syuhada" yang gugur pada tanggal 21-22 Mei lalu. 

"Macam-macam jenis syahid akhirat salah satunya yang disebutkan para ulama, jenis syahid akhirat adalah orang yang meninggal dunia dalam keadaan dizalimi, orang yang terbunuh dalam keadaan dizalimi," paparnya dari mobil komando, Rabu (26/6).

"Saya mau tanya mereka yang terbunuh di 21-22 dizalimi atau tidak?," tanya Habib Anif kepada ribuan massa yang hadir.

"Dizalimi," jawab ribuan massa.

Dengan demikian, para korban yang tewas saat aksi 21-22 Mei menurut Habib Anif tergolong mati syahid. Pasalnya, mereka meninggal dengan cara yang menurutnya sadis dan tidak benar. 

"Mereka dikategorikan sebagai syuhada, kita doakan supaya mereka menjadi syuhada di sisi Allah," terangnya.

Lebih lanjut, Habib Anif juga mendesak para pelaku pembunuhan terhadap korban 21-22 Mei diberi hukuman setimpal. 

"Kami minta pelaku, para pembunuh rakyat, para pembunuh warga negara Indonesia, dihukum seberat-beratnya dan kami minta dihukum mati. Setuju? Siap perjuangkan rakyat Indonesia? Perjuang kita masih panjang," tegasnya.

Tak hanya itu, Habib Anif dalam orasinya juga berharap Hakim MK dapat memutuskan sengketa PHPU Pilpres 2019 dengan seadilnya. 

"Jika benar-benar adil, saya yakin Insya Allah yang curang didiskualifikasi, Amin. Makanya kita doakan MK dijaga oleh Allah, dituntun untuk adil, untuk mendiskualifikasi yang curang, yang ingin nipu rakyat dihancurkan oleh Allah. Siap ikut komando ulama?" tandasnya.  [md]

Prabowo Larang MK Didemo, PA 212: Ini Bukan Urusan Politik Tapi Keadilan!


GELORA.CO - Sejumlah organisasi Islam seperti Front Pembela Islam (FPI), Persaudaraan Alumni (PA) 212 dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) menggelar unjuk rasa di sekitaran Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (26/6/2019).

Namun, para peserta aksi massa tersebut belum bisa memutuskan apakah akan menerima hasil putusan sidang gugatan sengketa Pemilihan Presiden 2019.

Juru Bicara PA 212, Novel Bamukmin mengatakan bahwa para pendemo akan melihat terlebih dulu hasil putusan sidang gugatan sengketa Pilpres 2019. Setelah mendengar hasilnya, barulah petinggi-petinggi dari ormas Islam tersebut akan bermusyarah untuk menentukan sikap.

"Kemudian kami melihat tokoh-tokoh bangsa ini semuanya bagaimana itu kan nanti kami bisa pertimbangkan lagi ke depan, bagaimana kami menerima keputusan nanti," kata Novel.

Terkait unjuk rasa yang bertemakan Tahlil Akbar 266 ini, Novel mengklaim ada puluhan ribu peserta aksi yang sudah turun di sekitaran Gedung MK. Dia menyebut, para pendemo itu datang dari daerah Jabodetabek, Jawa Barat dan Banten.

Meski Capres nomor urut 02, Prabowo Subianto melarang pendukungnya untuk datang ke sekitaran Gedung MK saat pengumuman, para peserta aksi massa tersebut tetap datang.

Novel mengatakan bahwa kehadiran para peserta aksi massa itu jangan dilihat sebagai kegiatan berbau politik.

Menurutnya, sebagai umat Islam, para peserta aksi massa itu memiliki tanggung jawab untuk mengawal jalannya demokrasi sampai keluarnya putusan dari MK.

"Ini bukan urusan politik, ini untuk keadilan. Kami harus punya tanggung jawabnya namanya orang Islam. Keadilan itu adalah nilai-nilai agama, kalau untuk nilai agama kami ngikut kepada ulama. Jadi tugas masing-masing," tandasnya. [sc]

Didemo Banser NU, Felix Siauw Keluar Balai Kota DKI Lewat Pintu Belakang


GELORA.CO - Ustaz Felix Siauw terpaksa keluar lewat pintu belakang atau melalui gedung DPRD DKI seusai memberi ceramah di Masjid Fatahilah, Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (26/6/2019).

Sebab, di pintu utama terdapat massa Gerakan Pemuda Barisan Serba Guna Nahdlatul Ulama alias GP Banser NU yang menggelar aksi massa menentang kedatangan Felix Siauw.

Puluhan orang anggota GP Banser yang konvoi menggunakan motor dari arah Stasiun Gambir langsung memblokade pintu masuk Balai Kota DKI sekitar pukul 13.00 WIB.

Polisi dan pengamanan dalam alias pamdal yang berjaga langsung menutup gerbang pintu masuk Balai Kota.

Menanggapi hal itu, Ustaz Felix mengakui tetap tenang. Bahkan dia mengklaim sebenarnya mau kalau diajak diskusi oleh GP Banser NU, namun situasi tidak memungkinkan.

"Saya sudah bilang, teman-teman Ansor, saya terbuka diajak diskusi, tergantung kalau mereka mau diskusi. Tapi kalau misalnya mereka enggak mau diskusi, itu bisa ditanyakan kepada mereka," kata Ustaz Felix kepada wartawan, Rabu (26/6/2019).

Setelah itu, dia langsung menuju mobilnya yang sudah disiapkan di samping Balai Kota. Dia mengendarai sendiri mobil tersebut keluar melalui pintu belakang.

Sebelumnya, acara Kajian Bulanan yang diselenggarakan oleh Pemprov DKI di Masjid Fatahilah Balai Kota yang mengundang Felix Siauw tetap digelar meski sempat dibatalkan karena mendapat penolakan.

Sementara di gerbang utama, puluhan anggota Banser NU melakukan aksi unjuk rasa menolak kehadiran Felix Siauw sebagai penceramah.

Banser NU menilai Felix anti-Pancasila, karena keterkaitannya dulu dengan organisasi terlarang Hizbut Tahrir Indonesia.

Puluhan orang anggota Banser yang konvoi menggunakan motor dari arah Stasiun Gambir langsung memblokade pintu masuk Balai Kota DKI sekitar pukul 13.00 WIB.

Anggota Banser NU berbaris dan menyanyikan lagu Ya Lal Wathon.

"Pemprov DKI telah melakukan kebohongan publik, sudah berkali-kali mengundang tokoh HTI ke Balai Kota," kata salah satu orator. [sc]

Jubir Jelaskan Tiga Kemungkinan Putusan MK


GELORA.CO - Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK), Fajar Laksono, menjelaskan kemungkinan putusan yang akan dibacakan oleh majelis hakim konstitusi. Ada tiga kemungkinan putusan yang akan diberikan oleh majelis hakim konstitusi berdasarkan undang-undang (UU), yakni dikabulkan, ditolak, atau tidak dapat diterima.

"Kalau dalam UU MK, putusan MK bisa dikabulkan, ditolak, atau tidak dapat diterima. Itu normatifnya UU MK. Dalam konteks itu (apa putusan besok) nanti saya juga belum tahu putusannya apa," ungkap Fajar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (26/6).

Ia menjelaskan perbedaan ketiga kemungkinan putusan tersebut. Jika dikabulkan maka dalil permohonan pemohon dinilai beralasan menurut hukum. 

Jika ditolak maka dalil permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum. Jika tidak dapat diterima maka permohonan pemohon dianggap tidak memenuhi syarat-syarat formil.

"Misalnya diajukan di luar tenggat waktu itu (pengajuan permohonan), bisa amar putusan tidak dapat diiterima," kata dia.

Majelis hakim konstitusi telah selesai melakukan rapat permusyawaratan hakim (RPH) terkait perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2019. Dengan demikian, MK sudah siap menggelar sidang pengucapan putusan perkara tersebut Kamis (27/6) besok.

"RPH sudah selesai artinya putusan sudah siap dalam arti siap untuk dibacakan. Majelis hakim memastikan, hari Kamis besok putusan siap diucapkan," ujar Fajar.

Hari ini, MK akan melakukan rapat internal yang lebih bersifat persiapan teknis demi kelancaran sidang pembacaan putusan. Berbeda dengan sidang pekan lalu, pembacaan putusan merupakan panggung milik majelis hakim konstitusi.

"Ini kesempatan majelis hakim setelah kemarin pemohon-termohon diberikan kesempatan, diberikan ruang, untuk memberikan keterangan. Nah sekarang giliran mahkamah memutus," tuturnya. [ml]

Felix Siauw Tetap Ceramah, GP Ansor Bergerak ke Balai Kota DKI


GELORA.CO - Sempat disebut dibatalkan, kajian Ustaz Felix Siauw ternyata tetap berlangsung di Masjid Balai Kota DKI. GP Ansor Jaksel saat ini menuju lokasi.

"Saya tidak tahu itu dibatalkan apa karena statement kami, ada gerakan, ada sikap dari Gerakan Pemuda Ansor makanya itu dibatalkan, saya tidak tahu. Itu kan baru di media. Sedangkan informasi yang saya dapat dari orang Balai Kota gitu ya, kajian tetap berjalan tanpa publikasi," kata Ketua PC GP Ansor Jaksel Sulton Mu'minah di gedung GP Ansor, Jalan Kramat Raya, Senen, Jakarta Pusat, Rabu (26/6/2019).

"Makanya kita lihat nanti bakda Zuhur, agendanya kan bakda Zuhur. Kita akan tetap datangi ke sana memastikan bahwa kegiatan itu dibatalkan," sambungnya.

Ada sekitar 50 anggota GP Ansor Jaksel yang bergerak ke Balai Kota DKI. Mereka berencana melaksanakan salat Zuhur di sana. 

Sulton menegaskan GP Ansor menolak kehadiran Felix Siauw di sana. Alasannya, Felix Siauw dikaitkan dengan HTI. 

"Kita menolak kehadiran Ustaz Felix Siauw untuk mengisi kajian. Kenapa, karena kita tahu beliau adakah tokoh HTI dan tidak terbantahkan. Tulisan-tulisannya, videonya, dan sebagainya memang mengajak atau mengkampanyekan pro-khilafah," ujar Sulton. 

"Kami menganggap beliau masih berafiliasi dengan Hizbut Tahrir," lanjutnya. 

Pantauan di Masjid Balai Kota DKI pada pukul 12.35 WIB, Felix Siauw sedang memberikan kajian. 

Sebelumnya, poster kajian Felix Siauw ini diunggah di akun resmi Masjid Fatahillah Balai Kota DKI, Selasa (25/6). Kajian itu rencananya diadakan besok, Rabu (26/6), pukul 11.45 WIB. Kabar soal agenda kajian Felix Siauw di Masjid Balai Kota DKI ini lalu ramai dibahas di media sosial. 

Poster kajian Felix Siauw ini juga dipasang di papan informasi Masjid Fatahillah Balai Kota DKI, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat. Tapi saat dicek pada pukul 15.55 WIB, poster di papan informasi itu sudah dicopot. Poster yang sama sudah dihapus dari Instagram Masjid Balai Kota. [dtk]

Jelang Putusan, Kuasa Hukum Prabowo-Sandi Ultimatum MK


GELORA.CO - Tim hukum calon presiden dan wakil presiden 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, memberikan catatan kritis jelang putusan sidang sengketa pilpres yang akan dibacakan di Mahkamah Konstitusi besok, Kamis 27 Juni 2019.

Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto mengatakan, kuasa hukum paslon 02 dan rakyat Indonesia berharap Mahkamah Konstitusi (MK) mempertegas kemuliaannya melalui putusannya nanti. Yakni sebuah putusan yang berlandasakan pada nilai-nilai kebenaran dan keadilan (the truth and justice) sesuai dengan kesepakatan bangsa dan mandat konstitusi dimana MK terikat pada UUD 1945, sesuai Pasal 22E ayat 1 UUD 1945.

"MK harus menegakkan kebenaran dan keadilan secara utuh. Jika tidak, maka keputusan MK akan kehilangan legitimasi, karena tidak ada public trust di dalamnya. Akibatnya lebih jauh, bukan hanya tidak ada public trust, namun juga tidak akan ada public endorsement pada pemerintahan yang akan berjalan," kata Bambang, Rabu 26 Juni 2019.

Bambang menuturkan, satu saja unsur yang menjadi landasan atau rujukan keputusan MK mengandung unsur kebohongan (terkait intergritas) dan kesalahan (terkait profesionalitas). Misalnya, dengan mempertimbangkan kesaksian ahli Prof Eddy Hiariej yang memberikan labelling buruk sebagai penjahat kemanusiaan kepada Le Duc Tho padahal Le Duc Tho (lahir di Nam Din Province pada 10 Oktober 1911) adalah Nobel Prize for Peace pada tahun 1973 meski ia akhirnya menolaknya, maka keputusan MK menjadi invalid.

Dia lalu menjelaskan kesaksian Prof. Jazwar Koto, PhD (saksi ahli 02) dalam persidangan tentang adanya angka penggelembungan 22 juta yang ia dibeberkan secara saintifik berdasarkan digital forensik sama sekali tidak dideligitimasi oleh termohon (KPU) maupun terkait (Paslon 01).

“Yang dipersoalkan terhadap Prof Jazwar Koto hanyalah soal sertifikat keahlian, padahal ia telah menulis 20 buku, 200 jurnal internasional, pemegang hak patent (patent holder), penemu dan pemberi sertifikat finger print dan eye print, serta menjadi Direktur IT di sebuah perusahaan yang disegani di Jepang," katanya.

Sementara terkait dengan kesaksian ahli Prof Jazwar Koto di persidangan yang tidak dibantah, dapat dibayangkan, jika mekanisme pembuktiannya dilakukan secara manual, mengadu C1 dengan C1, sungguh akan sangat membutuhkan waktu yang lama. Pengecekan C1 dengan C1 membutuhkan waktu sekitar 1 menit untuk satu sekali pengecekan.

“Maka pengecekan tersebut akan memakan waktu sekitar 365 tahun dengan asumsi pemilihnya sekitar 192 juta pemilih. Atau kalau pengecekannya didasarkan per TPS ( dengan asumsi jumlah TPS 813.330 TPS) dan waktu pengecekan setiap TPS memakan waktu 30 menit maka waktu yang dibutuhkan untuk pengecekan secara keseluruhan dapat memakan waktu sekitar 46 tahun lamanya," katanya.

Bambang menuturkan, tidak adanya jaminan keamanan dan kehandalan terhadap system perhitungan suara KPU. Hal ini sangat nampak dari pemaparan yang disampaikan oleh saksi ahli dari termohon (KPU) maupun dari pemaparan komisioner KPU sendiri yang senantiasa 'ngeles'.

Istilah “ngeles melulu” sempat juga diutarakan Majelis Hakim Suhartoyo dalam persidangan) ketika ditanya Hakim MK maupuan oleh pihak Pemohon perihal upaya-upaya perbaikan atau komparasi dalam rangka pembenahan sistem perhitungan suara di KPU. “Padahal UU ITE Pasal 15 ayat 1 ditegaskan bahwa penyelenggara system informasi dan IT wajib memenuhi standar keamanan dan kehandalan," katanya.

Lebih lanjut disampaikan Bambang, dalam persidangan juga terbukti, setelah dilakukan pemeriksaaan, ternyata Termohon tidak dapat membuktikan adanya C7 (daftar kehadiran). Ketidakadaan C7 sangat fatal terkait dengan kepastian atas hak pilih rakyat (daulat rakyat). 

"Dengan tidak dapat dibuktikannya siapa yang hadir memberikan suaranya dalam pemungutan suara di TPS, maka muncul pertanyaan suara itu suara siapa? Siapa yang melakukan pencoblosan? Bahwa terbukti juga sebagai fakta persidangan di mana Termohon/KPU membuat penetapan DPT (daftar Pemilih Tetap) tertanggal 21 Mei 2019, artinya penetapan KPU tersebut dibuat setelah Pemilu tanggal 17 April 2019. Tentu, ini sesuatu yang sangat aneh," ujarnya. [vv]

Andi Arief Wanti-wanti Ridwan Kamil Soal Jejaring Peternak China Di Kawasan Gunung Padang

GELORA.CO - Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil diingatkan soal keberadaan usaha peternakan ayam petelur oleh jejaring peternak China di kawa...