Selasa, 25 Juni 2019

Rekonsiliasi Prabowo dan Jokowi, Apa yang Salah?


Oleh: Tony Rosyid

ISU rekonsiliasi makin kenceng. Jokowi-Maruf dimenangkan MK, lalu kubu Prabowo-Sandi diakomodir. Tak lagi jadi oposisi. Terjadi rekonsiliasi. Bosan atau gak tahan?

Seandainya benar gugatan Prabowo di Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya ditolak, maka proses Pilpres selesai. Nggak demo? Pintu itu sudah tertutup untuk Prabowo-Sandi. Kenapa? Karena sudah komitmen menyerahkan proses sengketa hasil pemilihan umum (PHPU) ke MK. Ini artinya siap dengan segala keputusan.

Massa yang sekarang masih demo, mereka tak mau dikaitkan dengan Prabowo-Sandi. Bahkan cenderung mulai kecewa terhadap Prabowo-Sandi. Paslon 02, khususnya Prabowo dianggap tak punya komitmen terhadap kesepakatan dan ucapannya. Apa kesepakatannya? Tak membawa sengketa Pilpres ke MK. Apa ucapannya? Point of no return. Tak akan menyerah. Mungkin artinya perang total. Tak sedikit yang malah memplesetkan jadi "kalah total". Aduh!

Kalau rekonsiliasi? Bukankah ini bagian dari sharing kemenangan? Win win solution? Majalah Tempo telah menurunkan berita bahwa kedua belah pihak sudah mengutus kurir masing-masing. Untuk apa? Ya pastinya untuk rekonsiliasi lah. Bagi-bagi jatah. 

Soal apa bentuk rekonsiliasinya, dan apa saja yang telah ditawarkan oleh pihak yang menang kepada pihak yang kalah? Itu nanti. Yang lebih mendasar adalah apa yang jadi dasar logika rekonsiliasi Prabowo-Sandi seandainya memang itu pilihannya? Dan apa untung ruginya jika memilih rekonsiliasi?

Faktanya begini: kalah menang itu hal biasa dalam Pilpres. Selesai Pilpres, koalisi bubar. Karena koalisi memang bersifat sementara. Tak ada koalisi permanen. Karena itu, jika ada parpol yang sedang berkoalisi bicara tentang kesamaan platform, itu dobol! Jangan percaya. Ideologi dan platform itu hanya berlaku untuk koalisi permanen. 

Di Indonesia, tak ada koalisi permanen. Bahkan tak ada niat untuk buat koalisi permanen.

Setiap Pilkada maupun Pilpres, peserta koalisi berubah-ubah. Semacam kocok ulang. Ini sangat bergantung pada deal dan terakomodirnya kepentingan masing-masing. Masih bicara ideologi dan platform? 

Kalau anda nanya ke parpol kenapa dukung si A atau si B. Pasti jawabnya bagus. Kadang pakai ayat suci. Tapi yakinlah, itu bukan jawaban yang sebenarnya. Karena yang benar adalah gue dukung lu, partai gue dapat apa? Logistiknya berapa? Dan kalau nanti menang,  jatah gue dimana? Titik! Dipastikan tak keluar dari itu. Bagaimana nasib bangsa? Itu urusan emak-emak yang demo di Monas. Hehehe...

Kalau paslonnya kalah? Pindah koalisi. Gitu aja kok repot. Jadi, apa yang sekarang dilakukan Demokrat, mungkin juga PAN, yang tanda-tandanya mau keluar dari koalisi Prabowo-Sandi, itu gambaran dari mental hampir semua partai. 

Coba seandainya Prabowo-Sandi menang di MK. Catat: seandainya. Emang Golkar nggak akan gabung? Emang PPP dan PKB nggak pindah koalisi? Begitu juga dengan Nasdem, apa nggak tergoda? Tinggallah Jokowi dan PDIP sendirian. Bahkan jika tawaran Prabowo-Sandi ke PDIP itu aduhai, bisa juga ikut berkoalisi. Lalu, siapa yang jadi oposisi? Ya mungkin Yusril Ihza Mahendra, ketua PBB. Kendati nggak punya kursi di DPR. Boleh jadi PBB akan jadi partai oposisi terdepan. Tapi, itu dulu. 

Sebaliknya, jika Jokowi-Maruf menang, lalu Prabowo-Sandi diajak rekonsiliasi dan mau, apa yang salah? Anda mau mengatakan Prabowo-Sandi dan Gerindra berkhianat? Itu nggak ada di kamus partai bos. Kata "berkhianat" hanya ada di kitab suci dan lidah orang-orang yang belum merasakan nikmatnya rekonsiliasi. 

Nikmatnya kursi kabinet, posisi ketua MPR, gaji komisaris dan fee impor beras. Belum tahu mereka! Coba kalau sudah menikmati, mungkin beda sensasinya.

Selesai Pilpres, paslon tak butuh dukungan massa lagi. Dukungan umat? Masih ada umat yang lain. Baru butuh setelah lima tahun lagi. Dan lima tahun yang akan datang, itu masih lama. Situasinya pasti sudah berubah. Massa akan cair kembali dan komunitas-komunitas baru sudah terbentuk. Simpul-simpul baru muncul. Lalu, untuk apa mempertahankan massa yang sekarang, lima tahun lagi juga belum tentu masih ada. Atau malah akan dibubarin. Nyusul nasibnya HTI. Nah! 

Menjadi oposisi berat bro. Lima tahun aja repot, apalagi 10 tahun. Logistik susah, semua aktivitas di-intelin. Kegiatan partai dipantau. Malah ada yang mengancam mau membekukan. Protes dianggap makar dan ditangkap. Turunkan massa malah ditembakin. Berat! Benar-benar berat!

Begitulah gambaran umum dari cara berpikir elit partai. Zig-zag dalam berkoalisi dianggap hal biasa. No komitmen dan bebas nilai. Apakah termasuk Gerindra? Atau juga PKS? Lima tahun lalu, tidak! Kedua partai ini konsisten. 

Istiqamah sebagai oposisi. Hasilnya? Gerindra tetap dapat simpati rakyat. Bertahan sebagai partai papan atas dengan perolehan suara di atas 10 persen. Suara PKS naik signifikan. Hampir tembus 10 persen. Jika dua partai ini istiqamah dalam koalisi dan terus konsisten menyuarakan hak rakyat, maka peluang untuk menjadi partai terbesar di Indonesia sangat terbuka.

Kehadiran oposisi ini dibutuhkan sebagai kekuatan penyeimbang dan kontrol terhadap pemerintah yang berkuasa. Adanya oposisi ini menjadi syarat untuk memastikan bahwa demokrasi itu ada. Demokrasi butuh oposisi. Tanpa oposisi, tak ada demokrasi.

Pilihan Prabowo-Sandi untuk rekonsiliasi atau tidak, ini akan menentukan tidak saja nasib Gerindra, tapi terutama adalah nasib bangsa dan negara ke depan.

Nasib Gerindra jika memilih untuk gabung dalam koalisi Jokowi-Maruf, dalam jangka pendek mungkin akan membaik. Jadi ketua MPR, dapat jatah beberapa menteri dan tak akan lagi kesulitan logistik untuk partai. Tapi bagaimana nasib Gerindra untuk jangka panjang? Bagaimana pula nasib negara tanpa ada oposisi?

Prabowo-Sandi terima rekonsiliasi, rakyat pasti akan kecewa. Merasa dikhianati. Dan ini akan jadi catatan sejarah. Apalagi jika di kemudian hari pemerintahan Jokowi-Ma'ruf makin terpuruk, Gerinda akan semakin buruk nasibnya. 

Emang ada kemungkinan terpuruk? Bukan rahasia umum lagi, selama Jokowi jadi presiden, ekonomi memburuk. Diperkirakan tidak bisa recovery di tahun ini. Cara kelola negara sarat persoalan. Belum lagi legitimasi rakyat sangat minim karena pilpres yang dianggap problematik. Apalagi jika di tengah jalan sampai terjadi impeachment. Ngeri-ngeri sedap.

Rekonsiliasi tidak hanya membuat Gerindra ditinggalkan pendukung, tapi juga mengakibatkan negara ini berjalan tanpa oposisi. Berarti salah dong? Salah besar! (*)

Saksi Prabowo di MK yang Berstatus Tahanan Kota Dijebloskan ke Rutan


GELORA.CO - Salah satu saksi Prabowo-Sandiaga di sidang Mahkamah Konstitusi (MK), Rahmadsyah Sitompul, kini dijebloskan ke tahanan. Hakim PN Kisaran, Sumatera Utara meningkatkan statusnya dari tahanan kota menjadi tahanan rumah negara. 

Penahanan terhadap terdakwa kasus dugaan pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik itu dilakukan usai sidang dengan agenda mendengar keterangan saksi, di ruang Cakra Utama Pengadilan Negeri (PN) Kisaran, Sumut, Selasa (25/6/2019). 

"Iya benar, sudah dilakukan penahanan. Statusnya sebagai tahanan kota dijadikan tahanan rumah negara. Dia ditahan di Rutan Labuhanruku," kata Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) Sumanggar Siagian saat dikonfirmasi, Rabu (26/6/2019). 

Perubahan status itu dilakukan, karena terdakwa mangkir dari persidangan pada 21 Mei 2019 dan 18 Juni 2019. Rahmadsyah tidak hadir dengan alasan yang tidak jelas sehingga hal itu dianggap menghambat proses persidangan.

"Demi kelancaran persidangan, Majelis Hakim memutuskan untuk menahan yang bersangkutan," tandas Sumanggar. 

Rahmadsyah ditahan sebagai tahanan kota oleh Penuntut Umum sejak 1 April 2019 sampai 20 April 2019. Kemudian dilanjutkan oleh Majelis Hakim sejak tanggal 10 April 2019 sampai 9 Mei 2019. Lalu dilakukan perpanjangan penahanan oleh Wakil Ketua Pengadilan Negeri Kisaran sejak tanggal 10 Mei 2019 sampai dengan 8 Juli 2019. 

Pada 19 Mei 2019, Rahmadsyah hadir di sidang gugatan Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai saksi dari tim Prabowo-Sandiaga. Saat sidang, Rahmadsyah menjelaskan bahwa dia berstatus tahanan kota dan ke Jakarta dengan alasan membawa orangtuanya untuk berobat. Gaya Rahmadsyah juga sempat disorot hakim karena memakai kaca mata hitam.[dtk]

Jelang Putusan MK, Kuasa Hukum 01: Kita Yakin 99,99 Persen Gugatan Pihak Pemohon Ditolak


GELORA.CO - Pengacara Joko Widodo-Ma'ruf Amin, I Wayan Sudirta mengomentari jadwal sidang pleno pembacaan putusan sengketa pilpres yang dipercepat menjadi Kamis (27/6/2019).

Menurut dia, langkah tersebut menandakan Majelis Hakim tidak kesulitan menentukan putusan atas permohonan yang diajukan kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

"Kalau tanggal 27 Juni jadi putusan, itu hanya secara logika membayangkan bahwa Majelis tidak mengalami kesulitan untuk membuat putusan," ujar Wayan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (25/6/2019).

Adapun, sidang pembacaan putusan akan digelar pada Kamis (27/6/2019).

Wayan mengatakan hal ini menimbulkan optimisme yang lebih besar bagi tim hukum Jokowi-Ma'ruf.

Langkah MK ini, kata Wayan, membuat pihak Jokowi-Ma'ruf kian yakin MK akan menolak permohonan Prabowo-Sandiaga.

"Dengan menghargai Majelis Hakim, kita yakin 99,99 persen gugatan pihak pemohon itu ditolak atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima. Karena itu permohonan yang paling aneh yang pernah kita jumpai di Indonesia," ujar Wayan.

Diberitakan, MK mempercepat jadwal sidang pleno pengucapan putusan sengketa hasil Pilpres 2019.

Awalnya, sidang pengucapan putusan akan digelar pada Jumat (28/6/2019).

Namun, berdasarkan rapat Majelis Hakim, sidang dipercepat satu hari menjadi Kamis (27/6/2019).

Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono mengatakan pihaknya juga telah menyampaikan surat panggilan sidang untuk pihak-pihak yang berperkara.

Mereka adalah pihak pemohon dalam hal ini paslon nomor urut 02 Prabowo-Sandi, pihak termohon yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU), pihak terkait yaitu paslon nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf, serta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). [tn]

Tim Hukum Kubu Jokowi akan Laporkan Saksi Kubu Prabowo, Jubir BPN: Tak Peka dan Membuat Gesekan Baru


GELORA.CO - Juru Bicara Tim Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Hendarsam Marantoko, menyoroti sikap Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin yang menyerukan rekonsiliasi tapi di sisi lain Tim Hukum kubu 01 hendak mempolisikan saksi dari BPN.

Dikutip TribunWow.com dari Kompas.com, Rabu (26/6/2019), Hendarsam Marantoko menilai elite TKN tidak peka dan bisa membuat gesekan baru.

Diketahui, beberapa elite TKN memang sempat menyerukan soal rekonsiliasi antara Prabowo dan Joko Widodo (Jokowi).

Di antaranya adalah Wakil Ketua TKN, Arsul Sani, yang menyebut rekonsiliasi bisa menjadi sarana agar pendukung masing-masing paslon bersatu kembali.

Menurut Arsul Sani, dengan adanya tindakan rekonsiliasi dan bersatunya semua elemen bangsa akan menciptakan masa depan Indonesia yang lebih baik.

"Istilah rekonsiliasi ini lebih untuk menunjukkan bahwa keterbelahan anak-anak bangsa ini akibat pilpres harus diakhiri dan semua elemen bersatu menatap masa depan Indonesia yang lebih baik," kata Arsul Sani.

Di sisi lain, pihak Tim Hukum TKN malah akan melaporkan ke polisi saksi BPN dalam sidang sengketa pilpres 2019 yang digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Kedua saksi BPN yaitu Hairul Anas dan Beti Kristiana yang dinilai menyampaikan kesaksian palsu.

Meski membantah tuduhan soal kesaksian palsu itu, Hendarsam Marantoko mengaku sudah siap menjalani proses hukum.

"Setiap proses-proses hukum peristiwa apa pasti ada laporan-laporan yang diproses di Kepolisian," ujar Hendarsam Marantoko.

"Kita sudah siap, walaupun materi yang disampaikan Hairul Anas dan Beti itu seperti apa yang dia dengar, diketahuinya sendiri kan."

Hendarsam Marantoko pun menilai Tim Hukum Jokowi-Ma'ruf tidak peka dengan situasi politik saat ini.

"Tim hukumnya tidak peka terhadap situasi yang ada, dengan cara seperti itu kan artinya ini membuat gesekan baru."

"Sementara para elitenya berusaha untuk melakukan rekonsiliasi ke Pak Prabowo dan teman-teman," kata Hendarsam Marantoko.

Pada kesempatan lain, Direktur Hukum dan Advokasi TKN, Ade Irfan Pulungan, mengaku akan berkonsultasi dahulu dengan elite TKN sebelum melaporkan saksi BPN.

"Kami akan kaji tentunya kami koordinasi dan konsultasi khususnya kepada TKN dan prinsipal kami karena mau enggak mau menyangkut persoalan prinsipal," kata Irfan di Jalan Cemara, Jakarta, Selasa (25/6/2019).[tn]

#HadiriHalalBihalalAkbar212 Viral Di Tengah Aksi Kawal MK


GELORA.CO - Persaudaraan Alumni (PA) 212, Gerakan Kedaulatan Rakyat (GKR) Kawal Mahkamah Konstitusi (MK), Front Pembela Islam (FPI), Ikatan Keluarga Besar Universitas Indonesia (IKB UI), Fraksi Emak-Emak dan elemen masyarakat lainnya menggelar aksi damai di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Rabu (26/6).

Aksi yang diikuti ribuan pengunjuk rasa ini guna mengawal sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) agar diputuskan seadil-adilnya dan sesuai dengan harapan rakyat Indonesia.

Unjuk rasa dengan mengangkat tema "Aksi Kawal MK" ini juga sebagai ajang Halal Bihalal pasca Idul Fitri 2019 khususnya bagi alumi 212. Makanya tidak heran, di media sosial viral tanda pagar (tagar) #HadiriHalalBihalalAkbar212.

Rencananya, aksi serupa juga akan berlangsung besok sesuai dengan agenda MK membacakan putusan sengketa pilpres. [rmol]

Salut, Massa Aksi Dan Polisi Harmonis Saat Kawal MK


GELORA.CO - Aksi massa kawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sengketa Pilpres yang digelar di area Patung Arjuna Wiwaha atau Patung Kuda berwarna.

Meski disesaki massa yang membawa beragam spanduk dan atribut lain, namun aksi damai ini juga diwarnai dengan harmonisnya massa dengan aparat keamanan yang berjaga.

Hal itu terlihat pada sebuah video yang direkam oleh Ustaz Edy Mulyadi saat berlangsungnya aksi, Rabu (26/6). dalam video berdurasi kurang lebih 28 detik, Edy memperlihatkan kedekatan massa dan aparat kepolisian yang berjaga tetap terjalin baik.

Berdasarkan video tersebut, diketahui bahwa salah seorang anggota Kepolisian tersebut berasal dari Provinsi Riau.

"Assalamualaikum. Saya Chairi dari Polda Riau bergabung di Metro Jaya bersama-sama masyarakat untuk mendukung Indonesia damai, Indonesai satu jiwa, satu bangsa," tutur Chairi dalam video tersebut.

Tak lupa, Ustaz Edy juga menegaskan bahwa aksi kawal MK ini akan berlangsung aman dan damai.

"Tanpa kerusuhan, tanpa korban, kita dukung kebenaran dan keadilan, Allahuakbar," tutupnya. [rmol]

Beragam Spanduk Hingga Masker Bersilang Warnai Aksi Kawal MK Di Patung Kuda


GELORA.CO - Sejumlah massa yang hendak menggelar aksi damai di area Patung Arjuna Wiwaha atau biasa dikenal sebagai Patung Kuda, Jakarta Pusat sudah mulai memadati lokasi, Rabu (26/6).

Sebagian besar, massa yang berkumpul ini turut membawa beragam atribut. Mulai dari spanduk berbagai ukuran lengkap dengan tulisan, hingga kain kuning yang mayoritas dipakai oleh kaum ibu-ibu.

"Presiden hasil proses pemilu yang curang tidak akan efektif dalam memerintah karena tidak mendapatkan legitimasi rakyat," demikian tulisan dalam spanduk berukuran besar yang dibawa massa.

Dari kerumunan massa, tampak salah seorang mengomandoi aksi dengan menggunakan pengeras suara. Tak sedikit pula ibu-ibu yang melengkapi aksi tersebut dengan masker bercorak tanda silang.

Adapun aksi ini digelar oleh sejumlah organisasi masyarakat, mulai dari PA 212, Gerakan Kedaulatan Rakyat (GKR) hingga beberapa ormas lain.

Aksi ini sendiri dilakukan guna merespon sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 yang diajukan oleh tim hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi.

Meski capres Prabowo Subianto sempat mengimbau untuk tak menggelar aksi di MK, namun massa tetap berkumpul di Patung Kuda.

Dikonfirmasi, Mantan penasihat KPK, Abdullah Hehamahua yang turun mengoordinir aksi Gerakan Kedaulatan Rakyat (GKR) kawal Mahkamah Konstitusi (MK) menjelaskan bahwa aksi ini tak ada kaitannya dengan Prabowo-Sandi.

"Saya kan bukan anak buah Prabowo Sandi, saya juga tidak kenal Prabowo Sandi. Jadi tidak ada urusan dengan Prabowo Sandi, tidak ada urusan dengan Jokowi Maruf Amin," tegas Abdullah. [rmol]

Andi Arief Wanti-wanti Ridwan Kamil Soal Jejaring Peternak China Di Kawasan Gunung Padang

GELORA.CO - Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil diingatkan soal keberadaan usaha peternakan ayam petelur oleh jejaring peternak China di kawa...