Selasa, 25 Juni 2019

Hari Ini, Khofifah dan Lukman Bakal Bersaksi di Pengadilan Tipikor


GELORA.CO - Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil Menag Lukman Hakim Saifuddin dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa untuk hadir sebagai saksi pada persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, hari ini, Rabu (26/6/2019). 

Keduanya akan dihadirkan sebagai saksi untuk dua terdakwa Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin dan Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi.

"Karena di persidangan sebelumnya, Menteri Agama dan Gubernur Jawa Timur tidak datang maka besok (hari ini) dijadwalkan ulang pemeriksaan dua saksi ini sebagai saksi untuk terdakwa Haris dan Muafaq," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Selasa (26/6/2019) malam.

Selain Lukman dan Khofifah, jaksa juga memanggil dua saksi dalam persidangan tersebut, yaitu anggota DPR RI 2014-2019 Romahurmuziy, Kiai Asep Saifuddin Chalimdan panitia seleksi di Kementerian Agama. 

"Jadi beberapa saksi itu yang besok diagendakan pemeriksaannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat," kata Febri.

Febri pun menyatakan bahwa sampai Selasa belum ada informasi terkait ketidakhadiran Lukman maupun Khofifah untuk jadwal persidangan pada Rabu (26/6). 

"Surat pemanggilan sudah kami sampaikan secara patut dan semestinya. Kami percaya mereka menghormati proses persidangan ini, jadi perlu dipahami bahwa para saksi yang diperiksa besok akan memberikan keterangan di depan Majelis Hakim," kata Febri. [tsc]

Permohonan Prabowo-Sandi Berpotensi Sangat Besar Dikabulkan Sebagian


Oleh Margarito Kamis (Doktor HTN, Staf Pengajar FH. Univ Khairun Ternate)

Justum et tenacem propositi virum – orang yang adil dan tabah tidak gentar oleh gertakan-gertakan. Justus vide vivit – orang yang adil hidup dengan keyakinan. Judicium non debet esse illusorium, suum effectum habere debet – keputusan hendaknya tidak berupa khayalan, tetapi harus mempunyai kenyataan yang tegas. Kenyataan telah tersaji dimuka sidang Mahkamah penjaga konstitusi dan bangsa ini. Lalu apa? Akankah permohonan pemohon, Prabowo-Sandi ditolak MK? Apakah sebaliknya MK, mahkamah yang mulia ini mengabulkannya?

Sejauh fakta yang tersaji di hadapan sidang majelis Mahkamah, yang terpublikasi melalui media pers, membuat saya tidak memiliki alasan cukup untuk membayangkan  kemungkinan pertama. Berdasarkan fakta yang tersaji dan terpublikasi, saya pergi dan masuk ke kemungkinan kedua; dikabulkan sebagian. Harus menunjuk fakta, bukan karena doktrin-doktrin yang disajikan
pada awal artikel ini, itu jelas. Hukum pembuktian MK jelas, mendefenisikan
jenis alat bukti, dan bukti itu harus meyakinkan hakim. Saksi, Saksi Ahli,
Surat, bukti elektronik, semuanya sejauh ini tersaji di mahkamah. Ini alat bukti yang dikenal dalam hukum pembuktian MK, dan MK menggunakan teori pembuktian negatif.

Fakta Selisih Suara 

Agus Muhammad Maksum, pria pemberani yang sedari mahasiswa di ITS Surabaya mempelajari fisika, yang begitu kritis terhadap kehidupan social politik, keadilan, ditandai dengan salah satunya mengundang Sri Bintang Pamungkas menjadi narasumber di fakultasnya, mengawali sidang pembuktian itu dengan menerangkan perihal “DPT.” Ini bukti untuk satu dalil pemohon. Orang boleh saja menandai debat menarik antara Maksum, laki-laki top ini dengan dua hakim pada sidang itu dengan makna negatife apapun. Tetapi satu hal, substansi keterangannya kredibel. Dimana letak kredibel kesaksiannya? Krebilitas itu karena keterangannya bersesuaian dengan keterangan Idham, Hermasyah, Soegono dan Jaswar Koto, ahli IT dalam sidang itu.

Maksum bicara DPT tidak kredibel, dan Koto, mantan mahasiswa ITS dalam studio Fisika ini sang ahli pemberani ini menerangkan tentang perbedaan jumlah pemilih di Jawa Timur misalnya. Dalam kata-katanya Koto menegaskan jumlah pemilih pilpres di Jawa Timur sebesar 24.730.395, DPD sebesar 19.541.232, dan jumlah pemilih pada Pilgub 19.541.232. Jelas terlihat perbedaan angka pemilih pada pemilihan presiden, DPD dan gubernur.

Komposisi suara yang diperoleh dua pasangan calon pada pilgub Jawa
Timur sebagai berikut: Pasangan nomor 1 (Ibu Hafifah dan Pak Emil) memperoleh suara sebanyak 10.465. 218 (53,55%) dan pasangan nomor 2 (Gus Ipul dan Ibu Puti Soekarno memperoleh suara sebesar 9.076.014
(46,5%). Total suara sah 19.541.232. Suara tidak sebesar 782.027. Pada titik pernyataan Jaswar logis. Bagaimana menjelaskan tambahan jumlah pemilih sebesar kurang lebih 4 juta dalam waktu tidak lebih dari 9 bulan? Persoalan diatas hilang bila dihubungkan dengan jumlah pemilih untuk DPD, tetapi tidak untuk pilpres. Perbedaan jumlah pemilih DPD dan Pilgub cukup masuk akal, tetapi tidak masuk akal untuk jumlah pemilih pada pilpres.

Krusialnya pemilihan presiden dan DPD, sekali lagi dilaksanakan pada hari yang sama. Pada titik itu masuk akal kata-kata Koto bahwa jumlah pemilih di Jawa Timur tak wajar. Perbedaan jumlah pemilih, dalam penuturan Koto di muka sidang juga terjadi di Jawa Barat. Jumlah pemilih untuk pilpres sebesar 26.758.014, dan jumlah pemilih untuk DPD sebesar 21. 560.000. Jumlah pemilih untuk DPD kurang sedikit dari jumlah pemilih pada pilgub yakni sebesar 21.979.649.

Terdapat selisih suara antara pilpres dengan DPD sebesar 5. 198. 014. Mirip Jawa Timur, terdapat kesesuaian relatif jumlah pemilih DPD dan Pilgub. Tetapi jumlah pemilih pada kedua pemilihan itu –DPD dan Pilgub-
berbeda begitu besar dengan jumlah pemilih pada pilpres. Menariknya, bahkan luarbiasa menarik adalah pilpres dan pemilihan DPD berlangsung pada hari yang sama. Manusia mana yang bisa menjelaskan perbedaan jumlah pemilih yang selebar ini?   Kemiripananeh juga ditemukan di Jawa Tengah. Di daerah ini jumlah pemilih untuk pilpres sebesar 21.769.958, sedangkan DPD sebesar 19.419. 199 dan Pilgub sebesar 19.541.649. Terdapat, dalam kata-kata Jaswar, selisih suara antara pilpres dengan DPD sebesar 5.350.649. Mirip Jawa Timur dan Jawa Barat, perbedan signifikan tidak terjadi untuk pemilihan DPD dan Pilgub.

Perbedaan begitu lebar justru terjadi pada pilpres. Lalu manusia mana pula di dunia ini yang memiliki akal waras menjelaskan perbedaan tersebut? Akumulasi jumlah selisih suara pilpres dan DPD pada tiga daerah ini saja, yang menurut penilaian Koto tidak wajar mencapai angka sebesar kurang lebih 15 juta suara. Menariknya fakta yang begitu mematikan ini, sejauh yang terlihat dalam sidang di MK itu tak disanggah, dalam arti dibantah oleh KPU dan pihak terkait dengan adu angka untuk memperoleh keyakinan, misalnya angka yang disodorkan Jaswar salah.

Lalu bagaimana meletakkan fakta itu ke dalam kerangka hukum pembuktian di MK? Fakta ini mau dianggap sampah, ngarang? Fakta ini saja yang diandalkan, hemat saya sudah lebih dari cukup untuk membuat judul artikel ini.

Mantap 

Mengambil nalar hukum macam apa untuk diandalkan memukul telak keterangan Agus Muhammad Maksum, are Suroboyo pemberani dan cerdas ini, yang di muka sidang terlihat begitu lugas menerangkan ketidakpastian jumlah pemilih dalam DPT? Menyodorkan argumen macam apa untuk menyanggah, membuat keterangannya terlihat seperti cerita nina bobo?

Terus terang saya tersandra pada nalar adanya “kesesuaian logis dan kuat” dalam kerangka hukum pembuktian atas kedua fakta di atas, fakta keterangan Agus dan keterangan Koto. Semakin kuat kesesuaian itu bila keterangan kedua dihubungkan dengan keterangan Idham dan Soegino. Terasa terlalu sulit untuk menyatakan bahwa keterangan – Agus, Idham, Koto dan Soegiono- tidak memiliki kualifikasi “hasil” perolehan suara.

Fakta di atas mengunci argumen konvensional tentang sesilisih hasil.
Nalar hasil cukup logis diletakan dalam kerangka pikir tidak akan ada pemilih,
bahkan pemilu, bila tidak ada DPT. Perolehan suara adalah ujung hukum DPT.

DPT, dengan demikian dalam nada yang lain adalah awal hukum pembicaraan
mengenai hasil, dan hasil perolehan suara adalah ujung hukum DPT. Disitulah letak rasio logis selisih perolehan suara tidak dapat disandarkan semata-mata pada “kecurangan pada saat pemungutan suara atau penghitungan suara pada semua jenjang penghitungan.

Cukup manis duo Anas dimuka sidang Mahkamah, dengan posisi yang berbeda memberikan keterangan yang satu dan lainnya pada level determinative –memutus atau menentukan- hukum pembuktian saling menguatkan. Manis sekali keduanya menerangkan dengan jelas dan tegas
apa saja yang dikemukakan oleh pejabat-pejabat struktural, yang entah pada saat TOT itu sedang cuti atau tidak menyampaikan hal-hal yang diterangkan keduanya dimuka sidang itu.

Kaidah hukum pembuktian mengharuskan peradilan menandai, dalam makna mengenali sisi-sisi bersesuaian kuat dan logis yang menjadi fakta persidangan itu. Pemilahan fakta, sebelum akhirnya dirangkai satu dengan lainnya menjadi satu kesatuan merupakan pekerjaan konstruksi atas fakta itu.

Konstruksi atas fakta itu membawa hakim pada penilaian terbukti atau tidak dalil pemohon. Pilah saja keterangan Agus, Idham, Hermansyah, Koto, Prof Soegianto, duo Anas, dua ibu; satu dari Boyolali dan satu lagi, kalau tidak salah dari Barito Kuala, maka segera terlihat kesesuaian logis dan kuat antar satu keterangan dengan keterangan lainnya. Sungguh semoga keliru, tetapi sulit  menemukancelah untuk mengenyampingkan adanya kesesuaian antara satu keterangan dengan keterangan lain di antara mereka.

Dalam hukum pembuktian mereka, para saksi pemohon ini berstatus hukum sebagai alat bukti; saksi dan saksi ahli. Nalarnya? Fakta sidang memunculkan nilai adanya kesesuaian logis antara dua alat bukti. Kesesuaian ini memberi nilai bahwa cukup fakta untuk diyakini dalil pemohon terbukti.

Bila alat bukti surat juga dapat menerangkan, misalnya adanya anak di bawah umur yang mencoblos, maka terlalu sulit bahwa sebagian dalil pemohon terbukti dengan meyakinkan. TSM terlihat sangat dekat pada titik ini.
Masih perlukah dalil pemohon tentang status Kiyai Ma’ruf sebagai Dewas pada dua anak BUMN ditimbang? Ya, bagus. Ada keterangan Said Didu seorang dalam soal ini. Tidak diketahui apakah alat bukti itu ditopang dengan alat bukti surat atau tidak? Tetapi apapun itu harus ditimbang. Apapun rasio yang keluar dari timbangan itu, semuanya penting dalam serangkaian aspek lain di luar sengketa ini.

Rangkaian fakta yang tersaji di pers dan berhasil diidentifikasi sejauh ini, yang harus diakui secara jujur tidak selengkap fakta milik Majelis Mahkamah yang terhormat, membawa artikel ini ketitik rasio permohonan pemohon, berpotensi sangat besar dikabulkan sebagian. Apa itu? Pencoblosan ulang pada dua tiga provinsi, terlihat masuk dipusaran ini. Tetapi apapun itu dan di atas semuanya, mari membiasakan diri percaya penuh dan hormat terhadap Majelis Mahkamah yang mulia ini, apapun putusannya. Begitulah seharusnya adab orang merdeka. ***

Jakarta, 26 Juni 2019
[tsc]

Analisa KODE, Tidak Ada Alasan Kuat Soal Pelanggaran TSM


GELORA.CO - Konstitusi dan Demokrasi (KODE) Inisiatif menganalisis, hampir seluruh petitum yang dimohonkan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Mahkamah Konstitusi (MK) kurang kuat.

Hal itu dikatakan Ketua Konstitusi dan Demokrasi (KODE) Inisiatif, Veri Junaidi usai melakukan analisis terhadap sidang sengketa Pilpres di MK beberapa waktu lalu.

"Tanpa mendahului mahkamah, kami membuat analisis catatan. Dalam fakta-fakta persidangan yang kami tampilkan menunjukkan, tidak ada alasan yang sangat kuat terjadinya pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif," jelasnya di Jakarta, Selasa (25/6).

Terkait hal ini, ia pun tak yakin MK akan mengamini dugaan TSM yang dilaporkan BPN. Kendati demikian, dugaan tersebut ia akui hanya sebatas analisis berdasarkan keterangan pemohon dan saksi yang dihadirkan dalam sidang.

"Agak sulit, tapi prediksi ini kami susun berdasarkan analisa terhadap permohonan dan proses persidangan. Daftar bukti-bukti yang disampaikan (BPN) itu hanya MK yang menganalisis. Publikan tidak bisa menganalisis data itu," tegasnya.

Selain itu, soal isu dana kampanye kubu 01 yang dianggap tak terbuka dan transparan juga masih abu-abu.

"Nah yang ketiga soal diskualifikasi, paling tidak dua argumentasi bahwa karena ada kecurangan maka harus didiskualifikasi, kedua syarat yang tidak dipenuhi salah satu calon presiden, ketiga soal isu dana kampanye yang diduga tidak jujur," tandasnya. [rmol]

Felix Siauw Bicara soal Kajiannya yang Dibatalkan Pemprov DKI


GELORA.CO - Ustaz Felix Siauw batal mengisi kajian di Masjid Fatahillah Balai Kota DKI. Dia merasa heran dengan pembatalan terhadap kajian-kajiannya sejak sebelum dimulainya pilpres hingga saat ini. 

"Saya nggak tahu, seberapa bencinya orang-orang di balik pembatalan kajian-kajian saya 2 tahun terakhir ini dan marak-maraknya sebelum pilpres. Saya pikir, akan reda setelah pilpres, ternyata nggak juga dan fitnah yang dituduhkan juga itu-itu saja, diulang-ulang dan tak pernah terbukti," kata Ustaz Felix Siauw saat dihubungi, Selasa (25/6/2019).

"Rupanya orang-orang semisal ini lebih nyaman dengan 'ceramah' semisal si abu-abu itu, sama-sama anti ke gerakan 212, juga pro-kriminalisasi ulama, pro-penista agama. Ketika dai dihalangi dari masjid, kajian-kajian dipersekusi, tapi marah ketika dikatakan bahwa mereka anti-Islam," sambungnya.

Ustaz Felix pun memberikan pesan bagi panitia kajian di Masjid Balai Kota agar usahanya untuk berdakwah dapat balasan dari Allah. Dia juga mendoakan para pegawai Pemprov DKI serta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

"Buat panitia, semoga jerih payah untuk syiar dakwah sejak setahun lalu, Allah balas dengan cara yang jauh lebih baik dari berlangsungnya acara kajian. Semoga Allah lindungi semua jamaah Masjid Fatahillah, semua pegawai Pemprov DKI, terkhusus pada Pak Anies Baswedan semoga rahmat Allah tercurah padanya," tuturnya.

Meski demikian, dia justru bangga dengan penolakan karena ide Islam yang dibawakannya. Terlebih, menurutnya, penolakan ini bukan terkait akhlak atau perbuatannya. 

"Tak apa, saya bangga ketika saya harus ditolak sebab ide Islam yang saya bawa. Bukan ditolak sebab akhlak, atau pribadi saya yang menyalahi syariat. Difitnah bahwa khilafah menyalahi Pancasila, juga terhormat. Sebab, menunjukkan tingkat pemahaman mereka, alhamdulillah bukan alim yang menolak," ujar Ustaz Felix Siauw.

Terkait pengaturan ulang jadwal kajian, Ustaz Felix Siauw mengaku belum mengetahui. Namun dia menyebut akan menginfokan kembali bila terdapat pengaturan ulang jadwal kajian tersebut.

"Coba kita lihat saja besok. Kalau ada komunikasi, nanti disampaikan update-nya di medsos," kata Ustaz Felix Siauw.

Sebelumnya, Sekretariat Dewan Pengurus Korpri DKI Jakarta mengatakan pembatalan itu atas instruksi Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta Chaidir. Chaidir mengatakan pembatalan itu terkait dengan masalah jadwal. 

"Alasannya, ada penundaan waktu yang lebih baik," kata Chaidir saat dihubungi, Selasa (25/6/2019). 

Saat dipastikan apakah kajian ini ditunda atau dibatalkan, Chaidir mengatakan jadwalnya masih harus diatur lagi. Dia menyebut jadwal kajian Felix Siauw itu adalah jadwal lama. "Ya pokoknya kami batalkan. Jadwalnya schedule lagi. Itu kan jadwal lama. Nah jadwalnya kami harus cocokin lagi. Acaranya pun kemungkinan dibatalkan dengan waktu dan schedule kami nunggu lebih lanjut," ungkapnya.[dtk]

Diimbau Prabowo Tak Aksi di MK, Abdullah Hehamahua: Kami Tampung Aspirasi Rakyat


GELORA.CO - Massa yang menamakan diri Gerakan Kedaulatan Rakyat (GKR) akan menggelar aksi kawal Mahkamah Konstitusi (MK) di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat. GKR menyebut aksi tersebut sebagai bentuk aspirasi masyarakat agar proses persidangan di MK berjalan sesuai fakta.

"Ini kan menampung aspirasi masyarakat agar kami bisa memberi dukungan moril kepada Mahkamah Konstitusi supaya mereka tak usah takut, khawatir, takut diintimidasi, mereka ikut saja fakta di lapangan, fakta di persidangan, sehingga keputusan yang mereka ambil betul-betul objektif berdasarkan Keadilan Ketuhanan yang Maha Esa," kata Koordinator aksi GKR, Abdullah Hehamahua, saat dihubungi, Selasa (25/6/2019).

Eks penasihat KPK itu melanjutkan, penyampaian pendapat di muka umum dilindungi undang-undang. Karena itu, aksi kawal MK bakal digelar hingga putusan gugatan sengketa Pilpres 2019.

"Orang menyampaikan pendapat di muka umum itu kan dilindungi undang-undang, kemudian MK itu semua pengadilan umum bersifat terbuka untuk umum, Jadi bisa datang saja yang penting tak timbulkan kerusuhan, keributan," ujarnya.

"Anda lihat tanggal 21 (Mei) selesai salat tarawih tertib, pukul 21.00 WIB malam mereka sudah pulang, tahu-tahu ada kelompok yang tak tahu dari mana buat keributan, itu yang harus diselesaikan oleh kepolisian. Masak, ada ustaz, kiai bertato, yang ditangkap itu kan bertato. Jadi kami ini kan cinta negeri, karena bapak moyang kami dari Teuku Umar di Aceh sana sampai Maluku Pattimura, itu semua adalah pahlawan Islam, sehingga kami sebagai anak cucu mereka keturunan mereka bertanggungjawab untuk menyelamatkan negara ini. Maka itu, kami ke MK untuk beri dukungan moral, supaya 9 hakim MK betul-betul membuat keputusan yang betul-betul menciptakan kedamaian bangsa negara," lanjut dia.

Abdullah menyatakan aksi tersebut akan dimulai pukul 09.00 WIB di Patung Kuda, Jakarta Pusat. Rangkaian acaranya dimulai dengan pengajian, pembacaan Alquran, selawat, hingga zikir.

Sementara itu, terkait adanya imbauan capres Prabowo Subianto untuk tidak hadir di MK selama proses gugatan, Abdullah merasa tak punya kaitan dengan kubu 02 sehingga dia punya hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum.

"Kan saya bukan orang Pak Prabowo-Sandi. Jadi saya tidak terikat imbauan itu, saya warga negara. Mantan penasihat KPK itu kan taat hukum," katanya.

Dia juga mengklaim sudah mendapat izin aksi dari pihak kepolisan. Abdullah mengatakan organisasi yang akan ikut bergabung di antaranya FPI, GNPF Ulama, PA 212, hingga Fraksi Emak-emak.

"(Izin) Sudah. Itu teknis itu. Nanti tanya sama petugas. Sejarah RI ada fraksi baru, fraksi emak-emak," katanya.[dtk]

Akhir Cerita Kasus Pemalsuan Ijazah Pak Rektor Nurul Qomar


GELORA.CO - Pelawak kondang yang juga politisi, Nurul Qomar, ditahan di Mapolres Brebes, Jateng. Dia ditangkap polisi terkait dugaan pemalsuan ijazah S-2 dan S-3 yang digunakannya untuk mencalonkan diri sebagai rektor Universitas Muhadi Setiabudhi (Umus) Brebes.

Qomar ditangkap pada Senin (24/6) malam dan langsung dijebloskan ke tahanan Polres Brebes. Tersangka dijemput paksa karena sebelumnya telah beberapa kali dipanggil namun tidak mau datang.

Kasat Reskrim Polres Brebes, AKP Triagung Suryomicho, saat dikonfirmasi membenarkan penahanan terhadap Nurul Qomar sejak Senin malam. Tersangka dijemput paksa dari rumahnya di Cirebon karena beberapa kali dipanggil tidak bersedia datang.

"Yang bersangkutan kita tangkap di rumahnya karena tidak koperatif. Beberapa kali tidak hadir (saat pemanggilan), jadi kita tangkap," ujar Triagung.

Nurul Qomar merupakan tersangka kasus pemalsuan ijazah S2 dan S3. Eks anggota DPR RI tersebut disangka memalsukan ijazah dari sebuah universitas di Jakarta sebagai syarat mencalonkan Rektor Umus (Universitas Muhadi Setiabudhi) Brebes.

"Tersangka dilaporkan oleh Muhadi Setiabudhi terkait dugaan pemalsuan ijazah S2 dan S3 saat mencalonkan diri sebagai rektor," ungkap Triagung.

Dedengkot grup lawak Empat Sekawan yang juga politisi ini dinilai melanggar Pasal 263 KUHP dengan ancaman hukuman 7 tahun penjara.

Menurut polisi Qomar menuliskan dirinya lulus S2 dan S3 di CV saat melamar rektor tapi pada akhirnya tak bisa menunjukkan ijazahnya. CV tersebut digunakan Qomar saat melamar menjadi Rektor Umus, Brebes. Dia dilantik menjadi rektor pada 9 Februari 2017.

Kemudian saat kampus Umus akan menggelar wisuda mahasiswanya pada November 2017 diketahui Qomar tak bisa menunjukkan ijazahnya.

"Qomar tidak bisa menunjukkan ijazah untuk kepentingan wisuda. Selanjutnya, Umus mengirimkan surat kepada perguruan tinggi yang mengeluarkan surat keterangan lulus tersebut. Diperoleh jawaban, bahwa Qomar belum memperoleh gelar S-2 dan S-3," urai Triagung.

Pada bulan November 2017, Qomar mengundurkan diri dari kampus tersebut. Hingga akhirnya polisi mengungkap bahwa kampus Umus, Brebes melaporkan kasus pemalsuan ijazah oleh Qomar.

Hingga Selasa petang, Qomar belum dibaurkan dengan tahanan lain. Qomar menempati sel tahanan di bagian depan, bersebelahan dengan ruang petugas jaga. Di ruangan inilah Qomar memanfaatkan waktu berbincang dengan keluarga dan berkonsultasi dengan pengacaranya.

"Kami pastikan dulu kondisi kesehatan sebelum dimasukkan ke sel tahanan," ujar Triagung.

Pemeriksaan kesehatan itu dilakukan terkait adanya permintaan dari pengacara agar Qomar tidak ditahan. Permintaan itu dilakukan dengan dalih bahwa Qomar menderita Asma.

"Nanti kita lihat kondisi kesehatannya. Nunggu pemeriksaan kesehatan selesai dari Dokkes," tegasnya.

Dan benar saja. Selasa petang akhirnya Nurul Qomar diperbolehkan pulang ke rumah. Penahanannya ditangguhkan karena alasan kesehatan. Furqon Nurzaman, Penasihat Hukum tersangka Nurul Qomar membenarkan hal tersebut.

"Tadi keluar dari Mapolres sekitar jam 17.30 WIB," ujar Furqon.

Furqon mengakui pihaknya memang mengajukan permohonan ke Polres Brebes agar tidak dilakukan penahanan terhadap Qomar. "Kami tadi meminta dilakukan pemeriksaan oleh dokter dari Polres Brebes. Hasilnya, tensi darahnya tinggi dan ada asmanya," sambungnya.

Kasat Reskrim Polres Brebes, AKP Triagung Suryomicho, juga membenarkan telah membolehkan Qomar meninggalkan tahanan dengan alasan kesehatan. Namun meski demikian, proses hukum selanjutnya tetap berjalan. Qomar dijadwalkan diserahkan ke Kejaksaan Negeri Brebes pada Rabu, hari ini.

"Malam ini boleh pulang tapi proses tetap berjalan. Rencananya besok akan diserahkan ke kejaksaan," pungkasnya.[dtk]

BPN: Sebaiknya Tidak Ada Aksi untuk Pendukung Prabowo di MK


GELORA.CO - Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno meminta pendukung tak lakukan aksi di Mahkamah Konstitusi (MK) jelang putusan sidang gugatan Pilpres 2019. Dia minta pendukung ikuti arahan sang capres Prabowo.

"BPN ikut arahan Pak Prabowo. Sebaiknya tidak ada aksi untuk pendukung Prabowo," kata Wakil Ketua BPN Mardani Ali Sera kepada wartawan, Selasa (25/6/2019).

Rencana aksi kawal MK ini akan dilakukan di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat. Massa aksi berkumpul di lokasi tersebut pukul 09.00 WIB. 

Massa yang menggelar aksi yakni dari kelompok Gerakan Kedaulatan Rakyat. Beberapa kelompok yang juga akan bergabung di antaranya FPI, Alumni UI, GNPF Ulama, LPI, hingga FUI.

Mardani menambahkan, meski meminta pendukung tak lakukan aksi kawal MK, dia mengatakan penyampaian pendapat di muka umum dibenarkan sesuai undang-undang. Terpenting, lanjut dia, massa aksi harus menjaga ketertiban dan kedamaian.

"Tapi selama kebebasan berpendapat dijamin UU maka aksi apapun selama sesuai aturan mestinya secara konstitusional dibenarkan. Kata kuncinya ketertiban dan kedamaian dijaga," katanya.

Sebelumnya, anggota BPN lainnya juga sudah menekankan soal imbauan sang capres, Prabowo yang meminta masyarakat tidak perlu menggelar aksi di MK. Juru debat BPN, Sodik Mujahid pun meminta masyarakat menghormati proses persidangan di MK.

"Pak Prabowo dengan tegas dan jelas dan beberapa kali sudah mengimbau dan meminta tidak hadir di MK, karena kecurangan-kecurangan pemilu sudah resmi diajukan kepada MK. Ini tindakan yang sangat benar dan konstitusional," ucap Sodik kepada wartawan.[dtk]

Andi Arief Wanti-wanti Ridwan Kamil Soal Jejaring Peternak China Di Kawasan Gunung Padang

GELORA.CO - Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil diingatkan soal keberadaan usaha peternakan ayam petelur oleh jejaring peternak China di kawa...