Minggu, 15 Maret 2015

Lyric Amazarashi - Kisetsu wa Tsugisugi Shindeiku (ed.Toyko Ghoul)

selamat pagi kawan, kali ini admin akan memberikan sebuah lirik soundtrack anime terpopuler yaitu tokyo ghoul, bagi kalian yang belum tahu, tokyo ghoul adalah sebuah anime horror yang bertema zombie.. hiii serem ya, tapi dijamin seru banget dan kalian wajib nonton. :D

oia soundtrack ending anime Tokyo Ghoul ini dinyanyikan oleh Amazarashi yang berjudul  Kisetsu wa Tsugisugi Shindeiku, langsung saja ini dia...

amazarashi - kisetsu wa tsugisugi shindeiku
cover style

Amazarashi - Kisetsu wa Tsugisugi Shindeiku


Kanji Version


季節は次々死んでいく 絶命の声が風になる
色めく街の 酔えない男 月を見上げるのはここじゃ無粋


泥に足もつれる生活に 雨はアルコールの味がした
アパシーな目で 彷徨う街で 挙動不審のイノセント 駅前にて


僕が僕と呼ぶには不確かな 半透明な影が生きてる風だ
雨に歌えば 雲は割れるか 賑やかな夏の干涸びた命だ


拝啓 忌まわしき過去に告ぐ 絶縁の詩
最低な日々の 最悪な夢の 残骸を捨てては行けず ここで息絶えようと
後世 花は咲き君に伝う 変遷の詩
苦悩にまみれて 嘆き悲しみ それでも途絶えぬ歌に 陽は射さずとも


明日は次々死んでいく 急いても追いつけず過去になる
生き急げ僕ら 灯る火はせつな 生きる意味などは後からつく
君が君でいるには不確かな 不安定な自我が 君を嫌おうと
せめて歌えば 闇は晴れるか 根腐れた夢に預かった命だ


拝啓 忌まわしき過去に告ぐ 絶縁の詩
最低な日々の 最悪な夢の 残骸を捨てては行けず ここで息絶えようと
後世 花は咲き君に伝う 変遷の詩
苦悩にまみれて 嘆き悲しみ それでも途絶えぬ歌に 陽は射さずとも


疲れた顔に足を引きずって 照り返す夕日に顔をしかめて
行こうか 戻ろうか 悩みはするけど しばらくすれば 歩き出す背中
そうだ行かねばならぬ 何はなくとも生きて行くのだ
僕らは どうせ拾った命だ ここに置いてくよ なけなしの


拝啓 今は亡き過去を想う 望郷の詩
最低な日々が 最悪な夢が 始まりだったと思えば 随分遠くだ
どうせ花は散り 輪廻の輪に還る命
苦悩にまみれて 嘆き悲しみ それでも途絶えぬ歌に 陽は射さずとも

季節は次々生き返る

===========================================================

Romaji Version


kisetsu wa tsugitsugi shindeiku zetsumei no koe ga kaze ni naru
iromeku machi no yoenai otoko tsuki o miageru nowa koko ja busui


doro ni ashi motsureru seikatsu ni ame wa arukooru no aji ga shita
apashii na me de samayou machi de kyodoufushin no inosento ekimae nite


boku ga boku to yobu niwa futashika na hantoumei na kage ga ikiteru fuu da
ame ni utaeba kumo wa wareru ka nigiyaka na natsu no hikarabita inochi da


haikei imawashiki kako ni tsugu zetsuen no shi
saitei na hibi no saiaku na yume no zangai o sutete wa yukezu koko de ikitaeyou to
kousei hana wa saki kimi ni tsutau hensen no shi
kunou ni mamirete nagekikanashimi soredemo todaenu uta ni hi wa sasazu tomo


ashita wa tsugitsugi shindeiku seitemo oitsukezu kako ni naru
ikiisoge bokura tomoru hi wa setsuna ikiru imi nado wa ato kara tsuku
kimi ga kimi de iru niwa futashika na fuantei na jiga ga kimi o kiraou to
semete utaeba yami wa hareru ka negusareta yume ni azukatta inochi da


haikei imawashiki kako ni tsugu zetsuen no shi
saitei na hibi no saiaku na yume no zangai o sutete wa yukezu koko de ikitaeyou to
kousei hana wa saki kimi ni tsutau hensen no shi
kunou ni mamirete nagekikanashimi soredemo todaenu uta ni hi wa sasazu tomo


tsukareta kao ni ashi o hikizutte terikaesu yuuhi ni kao wo shikamete
ikou ka modorou ka nayami wa suru kedo shibaraku sureba arukidasu senaka
sou da ikaneba naranu nani wa nakutomo ikiteyuku no da
bokura wa douse hirotta inochi da koko ni oiteku yo nakenashi no


haikei ima wa naki kako o omou boukyou no shi
saitei na hibi ga saiaku na yume ga hajimari datta to omoeba zuibun tooku da
douse hana wa chiri rinne no wa ni kaeru inochi
kunou ni mamirete nagekikanashimi soredemo todaenu uta ni hi wa sasazu tomo

kisetsu wa tsugitsugi ikikaeru

===========================================================

English Version


The seasons die out, one after another; cries of annihilation howl in the wind…
A man not susceptible to the charms of the city looks up at the moon and notices how unrefined it all is.


Among an everyday life tripped up by the mud, the rain itself tastes of alcohol;
With eyes filled with apathy as they wander the city, innocents gather in front of the station, acting suspiciously.


In order to uphold the unsteady fact that I’m “me”, it’s like my half-transparent shadow is has come to life.
If I were to sing in the rain, would the clouds part? My life is all dried up in the midst of this bustling summer.


Dear My Loathsome Past, to you I offer this poem of farewell!
I have to cast away the remains of these days that can’t get any worse, these most terrible dreams, even if it kills me.
For in the next life, a flower will bloom to tell you a poem of transition;
A song filled with suffering, of which to grieve and moan, but never to die out… even if it is starved of sunlight.


Tomorrows dies out, one after another; even if you hurry, you’ll miss them as they become the past,
But to we who hurry through life, our flames are fickle, and we’re always adding meaning after the fact.
In order to uphold the unsteady fact that you’re “you”, your unstable ego ventures to despise you;
I you were merely able to sing, would the darkness be dispelled? Your life has been left up to a dream rotten at the core.


Dear My Loathsome Past, to you I offer this poem of farewell!
I have to cast away the remains of these days that can’t get any worse, these most terrible dreams, even if it kills me.
For in the next life, a flower will bloom to tell you a poem of transition;
A song filled with suffering, of which to grieve and moan, but never to die out… even if it is starved of sunlight.


With a tired face, limping along; squinting at the reflected sunset…
We spend some time wondering if we should go or head on back. I’m sure we’ll face hardship… but after the slightest hesitation, we straighten up and head onward.
That’s right, we have to go! Even with nothing, we have to go on living!
After all, our lives were just picked up along the way – we’ll leave them here as we proceed, what little they are.


Dear The Long Gone Past I Reflect Upon, to you I offer this poem of nostalgia;
If I think of days that couldn’t get any worse, those most terrible dreams, you seem so far away!
Our flowers will wilt one day, our lives returning to the circle of life;
A song filled with suffering, of which to grieve and moan, but never to die out… even if it is starved of sunlight.

The seasons revive, one after another.

===========================================================

Indonesian Translated


Musim-musim pun Memati, Satu demi Satu

Musim-musim pun mati, satu demi satu, erangan pemusnahan melolong di angin…
Seorang pria yang tak peka terhadap pesona kota melihat ke bulan dan sadari betapa tak murninya ntuh.


Di antara kehidupan sehari-hari yang tersandung oleh lumpur, hujan ntuh rasanya bak alkohol.
Dengan mata yang penuh dengan keapatisan pas mengembara kota, yang tak berdosa berkumpul di depan stasiun, bertingkah mencurigakan.


Demi tegakkan fakta labil “diriku”, yang bak bayangan setengah transparan yang t’lah terhidupkan.
Jika kumenyanyi di tengah hujan, akankah awan ‘kan bubrah? Hidupku mengering kerontang di tengah-tengah musim panas yang meriah ini.


Duhai masa laluku yang memuakkan, kepadamu kutawarkan puisi perpisahan ini!
Kuharus membuang sisa-sisa hari ini yang tak boleh kian memburuk lagi, pun mimpi-mimpi yang paling mengerikan ini, meski itu bisa membunuhku.
Karena dalam kehidupan berikutnya, bunga ‘kan memekar ‘tuk kisahkanmu sebuah puisi peralihan.
Sebuah lagu yang penuh dengan penderitaan, dari yang berduka dan mengerang, tapi tak pernah bisa mati… meski kekurangan sinar matahari.


Hari esok ‘kan mati, satu demi satu, meski dikau terburu-buru, kau ‘kan rindukannya setelah ntuh ‘jadi masa lalu,
Tapi, bagi kita yang terburu-buru ‘lalui kehidupan, api kita berubah-ubah, dan kita selalu bubuhkan makna setelah fakta.
Demi tegakkan fakta labil “dirimu”, egomu yang tak stabil berusaha membencimu.
Diriku dirimu hanya bisa bernyanyi, akankah kegelapan ‘kan terhalau? Hidupmu t’lah diserahkan pada mimpi busuk sampai intinya.


Duhai masa laluku yang memuakkan, kepadamu kutawarkan puisi perpisahan ini!
Kuharus membuang sisa-sisa hari ini yang tak boleh kian memburuk lagi, pun mimpi-mimpi yang paling mengerikan ini, meski itu bisa membunuhku.
Karena dalam kehidupan berikutnya, bunga ‘kan memekar ‘tuk kisahkanmu sebuah puisi peralihan.
Sebuah lagu yang penuh dengan penderitaan, dari yang berduka dan mengerang, tapi tak pernah bisa mati… meski kekurangan sinar matahari.


Dengan wajah lelah, tertatih-tatih, sipitkan mata pada matahari tenggelam yang tercermin…
Kita ‘habiskan waktu bertanya-tanya apakah kita harus pergi atau balik pulang. Kuyakin kita akan ‘hadapi kesulitan … tapi setelah keraguan kecil, kita tegakkan tubuh dan kepala ‘tuk maju ke depan.
Benar, kita harus melangkah maju! Meski tanpa apa-apa, kita harus terus hidup!
Soalnya, hidup kita hanyalah sepanjang jalan, kita ‘kan tinggalkannya di sini seberlanjutnya kita, sekecil apapun ntuh.


Duhai masa laluku yang memuakkan, kepadamu kutawarkan puisi nostalgia ini.
Andai kuangankan hari yang tak boleh kian menburuk, pun mimpi-mimpi yang paling mengerikan ntuh, dikau tampak begitu jauh!
Bunga kita ‘kan layu suatu hari nanti, hidup kita pun ‘kan kembali ke siklus kehidupan.
Sebuah lagu yang penuh dengan penderitaan, dari yang berduka dan mengerang, tapi tak pernah bisa mati… meski kekurangan sinar matahari.

Musim pun terhidupkan kembali, satu demi satu.


itulah dia Lyric Ending Tokyo Ghoul by Amazarashi - Kisetsu wa Tsugisugi Shindeiku dengan translated versionnya, semoga kamu suka ya, jangan lupa tinggalkan komentar atau kalau kalian mau request bisa juga kok.. stay tune terus - LirikJepangku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Andi Arief Wanti-wanti Ridwan Kamil Soal Jejaring Peternak China Di Kawasan Gunung Padang

GELORA.CO - Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil diingatkan soal keberadaan usaha peternakan ayam petelur oleh jejaring peternak China di kawa...